Mohon tunggu...
Tias Anatasya
Tias Anatasya Mohon Tunggu... Lainnya - always be kind

menyiapkan diri menjadi Masa Depan Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Aku 17 Tahun: Broken Home

16 Februari 2021   04:58 Diperbarui: 16 Februari 2021   06:12 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

              Sudah 3 hari ini, aku selalu menangis sambil memandangi indahnya pantai. Dulu, di tempat ini, aku selalu tertawa dan tersenyum. Tapi sekarang, aku malah menangis.

              Uang yang kupunya sudah tinggal sedikit lagi. Aku juga tidak makan. Rasanya lapar dan haus sekali saat ini. Kulihat pantai yang memperlihatkan indahnya matahari terbenam, berubah menjadi gelap. Tak sadar akupun terjatuh.

"Widi?? Wid ? bangunn." Ucap dia, orang yang menyelamatkanku. Apa dia Ayah?

***

              Aku terbangun. Kulihat sekeliling, rasanya tidak asing.

"Inikan kamarku!" teriakku.

              Terdengar suara langkah kaki mendekat.

"Ibu?" ucapku.

"Widi. Kamu udah bangun? Ibu khawatir banget. Widi maafin Ibu. Ngga seharusnya Ibu bersikap kaya gini ke kamu. Ibu sadar selama ini Ibu egois. Mulai sekarang, Ibu janji sama kamu. Ibu akan selalu ngedukung apa yang kamu mimpikan sayang. Ibu juga ngga akan larang-larang kamu buat temenan sama Mentari. Ibu salah memahami dia. Saat kemarin dia nolongin Ibu buat nyari kamu, ibu sadar. Ternyata mentari lebih tau kamu daripada Ibu sendiri. Ibu minta maaf." Ucap Ibu. terlihat air mata mengalir begitu deras di pipi Ibu.

"Disaat kamu ngomomg ke Ibu, kalo kamu pengen jadi fotografer seperti Ayah. Entah kenapa, Ibu selalu takut. Takut kalo kamu juga akan bernasib sama seperti Ayah. Tapi, ibu sadar, kalo meninggalnya Ayah waktu itu bukan karena Ayah adalah seorang fotografer, tapi itu semua karena takdir. Maafin Ibu ya Widi, karena alasan itulah Ibu melarang kamu buat raih impian kamu. Ibu sudah menjadi tembok besar yang menghalangi." Tambah Ibu, kali ini dia benar-benar menangis.

"Iya gapapa Bu, makasih sekarang Ibu udah mau ngertiin aku. Widi sayang Ibu." ucapku sambil memeluk ibu erat-erat.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun