Mohon tunggu...
Tias Anatasya
Tias Anatasya Mohon Tunggu... Lainnya - always be kind

menyiapkan diri menjadi Masa Depan Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ketika Aku 17 Tahun: Broken Home

16 Februari 2021   04:58 Diperbarui: 16 Februari 2021   06:12 484
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Ibu udah pernah bilang berkali-kali ya ke kamu. Ibu gasuka kamu jadi fotografer kaya gitu. Ibu cuman pengen kamu jadi dokter, dan itu yang terbaik buat kamu!" ucap Ibu dengan nada membentak.

"Tapi Bu, aku-" terpotong.

"Syukur-syukur ya kamu dapet fasilitas sebanyak dan selengkap ini dari Ibu. Sekarang ibu cuman minta kamu bisa banggain Ibu di olimpiade matematika tahun ini, kalo ngga mau ikut, semua fasilitas yang Ibu kasih ke kamu bakal Ibu cabut." Kata ibuku dengan nada tegas.

"Iya Bu" jawabku sembari menundukkan kepala. Aku tak tau harus berbuat apa.

***

H-179 UTBK

 

              Aku menutup pintu kamar mandi perlahan, dan segera kembali ke meja belajar. Suntuk sekali aku saat itu. 'Sebenarnya, jika Ibu tau kalo aku berhenti belajar, ibu pasti akan marah. Tapi, berhenti 5 menit saja seharusnya tak masalah.'

              Segera ku ambil handphone yang terletak di laci lemari. Lalu kubuka aplikasi instagram. Ini adalah satu satunya media sosial yang kupunya. Di instagram, follower dan following-ku 0. Benar-benar tidak ada. Karena tidak ada siapapun yang tau jika aku memiliki sebuah akun instagram.

              Dalam waktu 5 menit ini, aku hanya membuka ruang jelajah. Melihat postingan-postingan lucu, sedih juga menginspirasi. Saat aku sedang asik scrolling-scrolling postingan-postingan tersebut, aku melihat 1 postingan yang membuatku merasakan sesuatu yang berbeda. Sebenarnya, itu hanyalah sebuah lukisan sederhana, tapi tema dalam lukisan itulah yang membuatku merasa sedih juga haru. Di dalam lukisan tersebut, terdapat seorang anak perempuan yang sedang digendong oleh seorang lelaki tinggi yang menggambarkan seorang ayah, dan pipinya sedang dicium manis oleh seorang wanita yang merupakan seorang Ibu. 

              Aku terus memandangi lukisan itu. Tak sadar air mataku terjatuh.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun