Salah satu pilar pokok di dalam negara yang menganut sistem demokrasi adalah dengan adanya mekanisme penyampaian pendapat suara rakyat melalui pemilihan umum yang diselenggarakan secara bertahap. Sampai saat ini, Indonesia telah melaksanakan Pemilihan Umum sebanyak dua belas kali yaitu terhitung mulai dari Pemilu pertama pada tahun 1955 sampai dengan pemilu tahun 2019 kemarin.Â
Pemilu ini diharapkan bisa menjadi sebuah instrumen dari berdirinya suatu negara yang demokratis, melalui mekanisme Pemilihan Umum yang transparan, cermat, akuntabel, akurat, dan jujur. Akan tetapi, realitas yang ada malah memperlihatkan kondisi yang berbanding terbalik. Tak sedikit berbagai pelanggaran yang tidak sesuai dengan yang diharapkan malah masih acap kali terus terjadi. Berbagai kecurangan, pelanggaran sampai minimnya akurasi data pemilihan telah menjadi persoalan yang sulit diselesaikan.
Padahal, pemilihan umum berbasis pemilihan konvensional telah diterapkan di Indonesia sejak lama, hal ini seharusnya bisa menjadi bahan evaluasi dan persiapan yang matang untuk menghindari segala bentuk persoalan yang akan muncul dalam pemilu. Namun pada faktanya, sulit untuk menafikan bahwa sistem pemilu yang ada saat ini telah menjadi sistem yang paling ideal dalam penerapannya. Masih ditemukan berbagai kekurangan yang pada akhirnya memunculkan berbagai persoalan. Maka untuk itu, menjadi suatu hal yang menarik apabila sistem yang ada sekarang kembali mulai untuk diperbaharui, baik dalam segi teknis maupun mekanisme secara umum.Â
Teknologi yang berkembang pada saat ini pun seharusnya bisa menjadi jalan baru bagi persoalan Pemilu. Wacana pengimplementasian digitalisasi dalam seluruh mekanisme Pemilu pada akhirnya telah menjadi sebuah wacana yang mulai dipertimbangan.Â
Modernisasi ini diharapkan dapat menjadi sebuah transformasi yang baik yang dilakukan untuk mewujudkan sistematika pemilihan umum yang sempurna. Untuk itu, di rancanglah sebuah sistem pemilihan berdasarkan suara elektronik atau e-voting. Pemungutan suara berbasis E-voting merupakan proses pemilihan yang memungkinkan para pemilih untuk dapat memilih melalui pemanfaatan jaringan internet.
Pemanfaatan mekanisme E-voting sebenarnya telah mulai diterapkan di negara-negara lain di dunia melalui berbagai mekanisme penerapan yang beragam. Di Belgia misalnya, Belgia telah menerapkan pemilihan berbasis elektronik melalui layar sentuh komputer dan smart card mereka.Â
Hal ini dilakukan berdasarkan peritmbangan akan kefektivitas dalam melakukan Pemilu. Di Indonesia sendiri, wacana E-voting juga telah dirumuskan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan ini mendorong pemerintah untuk dapat melakukan transformasi digitalisasi pada pelaksanaan Pilkada 2020 kemarin. E-voting yang dicanangkan menjadi sebuah inovasi baru untuk dapat menyelesaikan segala persoalan yang sebelumnya disebabkan oleh mekanisme pemilihan sebelumnya.
Pengadopsian mekanisme E-voting ini sebetulnya memberikan dampak yang beragam, dikutip dari kajian yang dilakukan dalam laman resmi dpr.go.id pada Mei 2019, wacana penggunaan E-voting pada pemilu memberikan manfaat dalam beberapa hal, antara lain:
Kemudahan akan pemilihan yang dilakukan oleh pemilih;
Efektivitas yang ditimbulkan dari pemilu berbasis elektronik menjadi suatu pertimbangan utama dalam menerapkan sistem ini. Para pemilih bisa melakukan proses voting secara lebih fleksibel dimanapun dengan waktu pelaksanaan yang relatif lebih cepat. Kondisi tersebut juga pada akhirnya akan berdampak pada penekanan angka pemilih golput, yang biasanya disebabkan oleh faktor keterbatasan mereka. Para lansia dan kaum difabel dalam hal ini akan lebih diuntungkan mengingat kemudahan yang ditawarkan oleh sistem E-voting. Â
Kemudahan dalam perhitungan suara;