Souck Hurgronje adalah penasehat urusan Pribumi bagi Hindia Belanda, ia adalah seorang orientalis besar di masanya, sekaligus sebagai "assabiqunal awwalun" dan peletak dasar-dasar orientalisme bagi para orientalis yang hadir setelahnya.Â
Snouck Hurgronje yang fasih berbahasa Arab, melalui mediasi dengan gubernur Ottoman di Jeddah, menjalani pemeriksaan oleh delegasi Ulama dari Mekkah pada tahun 1884 sebelum dibolehkan masuk ke Mekkah.Â
Setelah berhasil menyelesaikan pemeriksaan, ia diizinkan untuk memulai ziarah ke kota suci Muslim Mekkah pada tahun 1885.Â
Di Mekkah, keramahannya dan naluri intelektualnya membuat para ulama tak segan membimbingnya. Dia adalah salah satu sarjana budaya Oriental Barat pertama yang melakukan hal tersebut.
Di Mekkah, identitasnya pun terbongkar oleh intel Kekhalifahan Utsmani. Pasukan Utsmani mendatangi rumahnya untuk meminta ia agar angkat kaki dari Kota suci Mekkah, namun Snouck Hurgronje beralasan kalau ia tidak dapat secepatnya untuk meninggalkan Kota Mekka, sebab ia memiliki buku-buku yang banyak, yang tidam bisa dengan sekejap untuk dikemasnya.Â
Namun bagi tentara Kekhalifahan Utsmani, untuk menangani hal itu mudah saja, tidak lama bersalang onta-onta pun terparkir di depan rumahnya untuk mengangkut kitab-kitabnya.Â
Snouck Hurgronje memang memiliki kitab-kitab yang banyak, ia datang ke Mekkah memang dengan tujuan untuk mempelajari Islam dari sumbernya secara langsung.
Dalam kaitannya Snouck Hurgronje dengan persoalan Politik di Hindia Belanda, setelah terusir dari Negeri Hijaz, ia kemudian diangkat menjadi penasehat urusan Pribumi oleh pemerintahan Kolonial dan diminta untuk datang ke Hindia Timur.Â
Snouck Hurgronje yang mengetahui benar karakter, pemikiran, serta doktrin keagamaan ummat Islam, lalu memberikan nasehat dan pandangannya kepada pemerintah kolonial, agar pemerintah Kolonial bisa mengambil sikap dan kebijakan yang tepat untuk menyikapi para Pribumi di Hindia Timur.
Dalam nasehatnya kepada pemerintah Kolonial, Snouck Hurgronje menyampaikan bahwa musuh Kolonialisme sejatinya bukanlah Islam sebagai Agama, melainkan Islam sebagai Doktrin Politik. Ia mengerti betul dengan kondisi ummat Islam. Sebab jika ummat Islam berpolitik, maka kesadaran ummat untuk melawan terhadap penjajahan akan tergugah untuk menuntut kemerdekaan yang hakiki.Â
Menurutnya, dalam bidang Politik haruslah ditumpas bentuk-bentuk agitasi politik Islam yang akan membawa rakyat kepada fanatisme dan Pan Islam, penumpasan itu jika perlu dilakukan dengan kekerasan dan kekuatan senjata.Â