Pada tahun 1960, Bung Karno mencanangkan penerapan konsep NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang didukung penuh oleh PNI, NU dan PKI. Dengan demikian PKI kembali terlembagakan sebagai bagian dari Pemerintahan RI. Namun, Masyumi sebagai Partai yang berbasis massa Islam, menolak keras atas konsepsi Bung karno tersebut.
Tanggal 17 Agustus 1960, atas desakan dan tekanan PKI, Bung Karno menerbitkan Keputusan Presiden RI No.200 Th.1960 tertanggal 17 Agustus 1960 tentang "Pembubaran Partai MASYUMI (Majelis Syura Muslimin Indonesia)", dengan dalih tuduhan keterlibatan Masyumi dalam pemberotakan PRRI, padahal sejatinya tuduhan tersebut hanya alibi sebab Masyumi yang anti terhadap konsep NASAKOM.
Adapun mengenai gerakan PRRI, sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh-tokoh Masyumi, justeru sebagai bentuk protes terhadap sikap Bung Karno yang dianggap Inkonstitusi, dan mulai bersikap otoriter, agar Bung Karno kembali kepada konstitusi Indonesia UU Dasar 45. Olehnya, gerakan PRRI sama sekali bukan sebuah pemberontakan untuk merebut kekuasaan dari tangan Bung Karno, melainkan gerakan untuk menuntut agar Bung Karno kembali kepada konstitusi awal yang disepakati bersama.
Sebab kedekatan Bung Karno dengan tokoh-tokoh PKI semakin mesra, maka pada bulan Maret 1962, PKI resmi masuk dalam Pemerintahan Soekarno. Konsekuensinya, DN Aidit dan Nyoto diangkat oleh Bung Karno sebagai Menteri Penasehat. Dan banyak kebijakan yang diambil oleh Bung Karno, justeru berasal dari masukkan tokoh-tokoh PKI.
Sebagaimana pada tahun 1963, PKI Memprovokasi Presiden Soekarno untuk berkonfrontasi dengan Malaysia, dan mengusulkan agar dibentuknya Angkatan Kelima yang terdiri dari BURUH dan TANI untuk dipersenjatai dengan dalih ”Mempersenjatai Rakyat untuk Bela Negara” melawan Malaysia. Aapun tokoh-tokoh eks Masyumi semisal Buya Hamka, mengkritik keras atas kebijakan Soekarno itu, terkait kebijakannya yang akan melakukan konfrontasi terhadap Malaysia, yang menurut Buya Hamka hanya akan merugikan sesama ummat Islam.
Pada tanggal 10 Juli 1963, lagi-lagi atas masukan dari tokoh-tokoh PKI, Bung Karno menerbitkan Keputusan Presiden RI No.139 th.1963 tertanggal 10 Juli 1963 tentang PEMBUBARAN GPII (Gerakan Pemuda Islam Indonesia), hanya karena GPII dianggap anti terhadap NASAKOM.
Dan tanggal 11 juli Tahun 1963, tidak cukup hanya dengan membubarkan Masyumi, justeru terjadi Penangkapan serta kriminalisasi atas Tokoh-Tokoh Masyumi dan GPII serta Ulama yang anti terhadap PKI, antara lain : KH.Buya Hamka, KH.Yunan Helmi Nasution, KH.Isa Anshari, KH.Mukhtar Ghazali, KH.EZ.Muttaqien, KH.Soleh Iskandar, KH.Ghazali Sahlan dan KH.Dalari Umar, M. Natsir. Mereka dipenjarakan tanpa adanya pengadilan.
Dari fakta sejarah Bangsa Indonesia di atas, apa yang dirasakan oleh ulama-ulama kita dahulu, pun juga dirasakan oleh tokoh-tokoh Islam saat ini. Tidak sedikit tokoh-tokoh ummat Islams saat ini yang dibungkam dengan cara di kriminalisasi lalu dipenjarakan. Akan tetapi yakinlah, sebagaimana sejarah juga sebelumnya sudah membuktikan, bahwa mereka yang mengkriminalisasi dan menzholimi para Ulama, justeru pada akhir hidupnya pun dihinakan oleh Allah dengan kematian yang kurang layak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H