Mohon tunggu...
Tiar Garusu
Tiar Garusu Mohon Tunggu... Penulis - Pemikir

Pembina di Komunitas Literasi Candu Buku, Palu. Pengajar di Al Ikhwan Institute

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Matinya Kepakaran

9 Februari 2022   00:37 Diperbarui: 9 Februari 2022   04:23 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang boleh saja mengetahui banyak informasi, baik melalui internet atau dengan banyak membaca buku. Namun hal itu belum cukup untuk menyebut kalau orang tersebut sebagai ahli atau pakar.

Di era revolusi digital, arus informasi yang tinggi memang membuat setiap orang terlihat sama kedudukannya dalam membicarakan hal-hal yang sifatnya spesifik dalam berbagai persoalan, utamanya di dunia maya, seolah-olah kaum awam dan kaum pakar terlihat memiliki kedudukan yang sama. 

Inilah yang mengakibatkan munculnya tesis tentang matinya kepakaran, bahwa di era internet semua orang dapat mengakses setiap informasi sehingga kepakaran seolah-olah dianggap tidak dibutuhkan lagi. Dengan menggunakan deretan "fakta" yang dianggap valid serta dinilai memiliki kebenaran absolut, setiap orang dapat berargumentasi. 

Maka, inilah era dimana banjirnya informasi yang bisa dengan mudah diklaim sebagai sebuah "kebenaran" oleh mereka yang berdebat dengan cara mencopy-paste berita yang melimpah.

Misalnya saja si Fulan yang tidak mengerti tentang ilmu epidemiologi sama sekali, namun dengan mudahnya menentang kebijakan pemerintah mengenai penanganan Covid 19, yang mana seolah-olah ia sudah seperti seorang pakar dengan menggunakan argumen dan dalih yang hanya ia dapatkan melalui google, grup WA, YouTube, dan media sosial lainnya. Padahal informasi yang dianggapnya benar itu masih membutuhkan verifikasi dengan menggunakan metodologi penelitian lebih lanjut.

Yang membedakan antara pakar dan orang awam adalah, pengetahuan mereka mengenai metodologi serta penguasaannya. Sekadar mengetahui banyak informasi, maka belum cukup untuk mengatakan kalau seseorang itu adalah ahli atau pakar. 

Sebab informasi, sebelum disebut sebagai pengetahuan, maka ia harus melalui tahapan verifikasi. Dan untuk melakukan verifikasi data atau informasi inilah, dibutuhkan metode yang tentunya tidak semua orang dapat memahaminya. Sebab dibutuhkan pendidikan yang bertahap serta waktu yang tidak sedikit untuk mempelajarinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun