Mohon tunggu...
Tiar Garusu
Tiar Garusu Mohon Tunggu... Penulis - Pemikir

Pembina di Komunitas Literasi Candu Buku, Palu. Pengajar di Al Ikhwan Institute

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Akar Pluralisme Agama

8 Februari 2022   12:59 Diperbarui: 8 Februari 2022   13:08 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Jika kita membaca kembali sejarah mengenai kaum jahiliyah arab pra-Islam. Maka kita akan menemukan fenomena keberagaman yang nampak sebagai bentuk dari "pluralisme agama" yang sebelumnya tumbuh subur dalam tradisi keberagaman masyarakat jahiliyah arab.  

Bahwa paganisme yang berkembang di dunia Arab jahiliyah adalah sebuah penyimpangan dari agama Wahyu Nabi Ibrahim alaihissalam. Masing-masing kabilah pada masyarakat arab memiliki berhala-berhalanya sendiri-sendiri, yang dianggap sebagai tuhan-tuhan mereka. 

Akan tetapi, meski masing-masing telah memiliki tuhan-tuhannya sendiri, mereka tetap melakukan pemujaan kepada berhala-berhala dari kabilah lain. 

Hal itu menunjukan suatu bukti bahwa, pluralisme agama pada bangsa arab yang jahiliyah begitu berkembang di dalam tradisi keberagamaan masyarakat mereka.

Dikisahkan bahwa Amr bin Luhay mempunyai pembantu dari golongan Jin. Jin ini kemudian membisikan kepadanya bahwa berhala-berhala kaum Num (Wud, Suwa', Yaghuts, Yauq,  dan Nasr) terpendam di Jiddah. Maka dia datang ke sana untuk mengambilnya, lalu membawanya ke Tihamah. Dan setelah tiba musim haji, dia menyerahkan berhala-berhala itu kepada berbagai kabilah. 

Akhirnya berhala-berhala itu kembali ke tempat asalnya masing-masing, sehingga setiap kabilah dan di setiap rumah hampir pasti ada berhalanya yang bermacam-macam itu. Mereka juga memenuhi Masjidil Haram dengan berbagai macam berhala dan patung. (Sirah Nabawiyah, hlm. 23-24. Pustaka Al-Kautsar)

Meski kabilah-kabilah Arab jahiliyah memiliki masing-masing tuhan-tuhan dari berhala, namun mereka bersepakat jika Uzza adalah sebagai tuhan yang paling teragung, maka dari itu mereka semua juga berbakti kepadanya. (Ibnul Qalbi, al-Ashnam, hlm. 11)

Mengetahui kenyataan bahwa paham pluralisme agama juga tumbuh dan berkembang pada bangsa Arab jahiliyah, maka hal itu dapat menjadi sebuah argumentasi untuk meruntuhkan kesan "modern" dan "maju" dari paham pluralisme. Karena ternyata, paham ini bukan saja hanya tumbuh di dunia Kristen Barat yang dianggap sebagai sebuah kemajuan, tapi juga pernah diyakini oleh masyarakat Arab jahiliyah yang sangat terbelakang.

Sebenarnya, paham Pluralisme Agama lahir dari doktrin pluralisme. Di Barat, pluralisme memiliki akar yang dapat di lacak jauh kebelakang, tapi yang paling dominan adalah akar nihilisme dan relativisme Barat yang Post-Modern. (Hamid Fahmy Zarkasyi, Misykat: Refleksi Tentang Westernisasi, Liberalisasi, Dan Islam. Hlm.137)

Tiar Garusu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun