Remaja adalah kelompok usia yang rentan terhadap pengaruh lingkungan dan kebiasaan baru. Dalam tahap ini, otak mereka masih berkembang, sehingga mereka lebih mudah terdorong untuk mencoba sesuatu yang dianggap "keren", seperti rokok elektrik. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar Nasional (Riskesdas) 2018, prevalensi merokok pada remaja usia 10-18 tahun mengalami peningkatan sebesar 1,9% dari 2013 (7,2%) ke 2018 (9,1%). Dalam Global Youth Tobacco Survey (GYTS) tahun 2019, sekitar 10,9% siswa sekolah menengah di Indonesia dilaporkan pernah mencoba rokok elektrik.Â
Vape atau rokok elektrik sering dianggap sebagai alternatif yang lebih aman dibandingkan rokok konvensional. Namun, kandungan dalam cairan vape menunjukkan risiko kesehatan yang signifikan, terutama dalam jangka panjang. Komponen utama vape meliputi nikotin, propylene glycol (PG), vegetable glycerin (VG), perasa, logam berat, dan vitamin E acetate, yang masing-masing memiliki potensi dampak negatif. Nikotin, baik dalam bentuk freebase dengan dosis rendah maupun salt nicotine yang lebih tinggi, tetap menjadi zat adiktif utama yang menyebabkan ketergantungan. Sementara itu, PG dan VG, meskipun aman secara oral, dalam bentuk aerosol dapat mengiritasi saluran napas. Perasa dalam cairan vape, seperti diacetyl, diketahui dapat menyebabkan kerusakan saluran napas kecil (popcorn lung).
Selain itu, vape mengandung logam berat seperti nikel, timah, dan kromium dari elemen pemanasnya, yang berpotensi memicu masalah kesehatan serius ketika terhirup. Produk vape ilegal seringkali mengandung vitamin E acetate, zat yang terkait dengan EVALI (cedera paru-paru akibat penggunaan produk vape), yang dapat menyebabkan kerusakan paru-paru struktural serius. Dampak kesehatan tidak hanya terbatas pada paru-paru. Partikel ultrafine dalam aerosol vape dapat masuk ke sirkulasi darah, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti hipertensi dan penyakit jantung. Bahan kimia seperti formaldehida dan akrolein dalam aerosol memiliki sifat karsinogenik yang meningkatkan risiko kanker. Bahkan, logam berat dalam vape dapat mempengaruhi fungsi ginjal, sistem saraf, dan memicu penyakit kronis lainnya.
Penggunaan vape di kalangan remaja dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari keinginan pribadi hingga pengaruh lingkungan. Secara individu, rasa penasaran sering menjadi alasan utama remaja mencoba vape. Mereka yang memilih untuk vaping sering kali menganggapnya sebagai sesuatu yang keren, menyenangkan, atau cara untuk mengatasi stres, ditambah beragam rasa dan aroma yang ditawarkan vape juga menjadi faktor utama yang membuat remaja tertarik. Meski banyak yang menyadari bahayanya, pemahaman remaja cenderung kurang mendalam, sehingga risiko seperti kerusakan paru-paru dan kecanduan sering diabaikan.
Dari sisi pergaulan, teman sebaya memiliki pengaruh besar. Remaja cenderung mencoba vape karena diajak atau mengikuti teman-teman mereka. Vaping sering dianggap sebagai aktivitas yang mempererat hubungan sosial. Lingkungan sosial dan tekanan sesaat, seperti dalam pesta atau pertemuan, juga mendorong keputusan impulsif untuk vaping, terutama saat banyak teman melakukannya. Informasi dan promosi vape yang sering muncul di media sosial, seperti WeChat Moments, berkontribusi pada meningkatnya paparan vape di kalangan remaja. Ditambah lagi, akses yang mudah, seperti penjualan vape di sekitar sekolah atau mal, membuat produk ini semakin gampang didapatkan. Sayangnya, edukasi di sekolah mengenai bahaya vape masih terbatas dan kurang efektif, sehingga remaja kurang terinformasi tentang dampak jangka panjangnya.
Pencegahan penggunaan vape pada remaja membutuhkan pendekatan komprehensif berbagai pihak. Orangtua memiliki peran kunci dalam memberikan edukasi dan pengawasan melalui komunikasi terbuka, mendengarkan dengan empati, serta memberi informasi faktual tentang risiko kesehatan vape. Sekolah dapat berkontribusi melalui program pendidikan kesehatan yang mengintegrasikan materi bahaya vape dalam kurikulum dan menciptakan lingkungan bebas produk tembakau. Pemerintah berperan strategis dengan menetapkan kebijakan pembatasan penjualan, melarang iklan yang menargetkan remaja, dan memberikan sanksi pada pelanggar. Kolaborasi sinergis antara orangtua, sekolah, pemerintah, dan masyarakat menjadi kunci utama dalam menurunkan angka penggunaan vape di kalangan remaja. Saatnya kita semua bergerak bersama untuk melindungi generasi muda dari ancaman vape.
Oleh: AAI Jayantri K. Wardhani, Kalista Deko Aurel, Lukman Abdul Aziz, Tiara Zakirah
Referensi:
- Repositori Badan Kebijakan Pembangunan Kesehatan. Laporan Nasional Riskesdas 2018. Jakarta; 2019. https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/3514/
- Simanjuntak, A. M., Hutapea, A., Tampubolon, B. S., Browlim, S., Napitupulu, Y. P., Siregar, I. E., & Suyanto, S. (2023). Current Developments of Smoking and Vaping, Is Vaping Safer? Jurnal Respirasi, 9(2). https://doi.org/10.20473/jr.v9-i.2.2023.159-168Â
- Struik, L., Christianson, K., Khan, S., Yang, Y., Saige-Taylor Werstuik, Dow-Fleisner, S. and Ben-David, S. (2023). Factors that influence decision-making among youth who vape and youth who don’t vape. Addictive Behaviors Reports, [online] 18, pp.100509–100509. doi:https://doi.org/10.1016/j.abrep.2023.100509.
- World Health Organization. Lembar Informasi GYTS Indonesia 2019. WHO; 2019. https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/indonesia-gyts-2019-factsheet-(ages-13-15)- (final)-indonesian-final.pdf?sfvrsn=b99e597b_2
- Zhao, S., Li, Z., Zhang, L., Yu, Z., Zhao, X., Li, Y. and Tan, Y. (2023). The characteristics and risk factors of e-cigarette use among adolescents in Shanghai: A case-control study. The characteristics and risk factors of e-cigarette use among adolescents in Shanghai: A case-control study, 21(June), pp.1–9. doi:https://doi.org/10.18332/tid/166131.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI