Mohon tunggu...
Tiara Roza Anwar Nurmaningsih
Tiara Roza Anwar Nurmaningsih Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam

Hobi membaca buku ataupun novel.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Desa Jolotigo, Berbeda Agama Bukan Berarti Tidak Bisa Harmonis

9 Oktober 2023   01:01 Diperbarui: 9 Oktober 2023   01:03 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dari penulis

Pekalongan- Desa Jolotigo merupakan sebuah pemukiman yang berada di kecamatan Talun, Pekalongan, Jawa Tengah. Salah satu desa moderasi beragama yang berada di Pekalongan. Di era globalisasi dan komunikasi sekarang yang semakin berkembang, penting bagi masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang rukun, toleransi serta keberagaman agama. Desa moderasi beragama menjadi salah satu tujuan tersebut, seperti desa Jolotigo ini.

Menurut penuturan pak Taruno sebagai kepala desa, mengatakan bahwa memang dari dulu awal adanya desa Jolotigo sudah ada dua agama yaitu agama Islam dan agama kristen. Pak Taruno juga mengatakan desa Jolotigo ini tentram-tentram saja walaupun berbeda agama. Di desa Jolotigo terdapat 10 RT dan 3 RW, sementara itu banyaknya warga yang beragam islam dan beragama kristen lebih banyak warga yang beragama islam. Di desa tersebut juga ada empat dukuh, dukuh Purbo, di dukuh ini rata-rata warga beragama kristen. Dukuh Simbar, dukuh Kebon manis yang beragama Islam. Sedangkan dukuh Jolotigo itu ada beberapa beragama Islam dan beberapa beragam kristen. "Biasanya yang satu KK dua agama itu karena yang satu Islam dan yang satunya kristen lalu menikah, tapi disini hanya ada satu dua keluarga saja mba ngga banyak" tutur pak Taruno. Di desa Jolotigo juga mempunyai sekolah kristen, akan tetapi di sekolah tersebut siswa nya tidak hanya beragama kristen namun juga yang beragama islam, itu menandakan memang desa Jolotigo ini sangat rukun.

Sedangkan menurut penuturan ibu Suliari istri dari pak sukidi salah satu pendeta di desa Jolotigo "Ya kalau ada orang islam yang meninggal ya kita kesana ikut menguburkan, dan sebaliknya kalau ada orang kristen yang meninggal ya orang islam ikut mebguburkan mba". Karena memang warga desa Jolotigo selalu bergotong-royong walaupun berbeda agama, seperti halnya masjid yang rusak makan warga turut ikut serta membetulkan masjid tersebut walaupun nonis. Hal apapun akan dilakukan gotoong-royong oleh warga desa. Ibu Suliari juga mengatakan ketika warga yang beragama islam merayakan hari raya nya maka warga nonis pun ikut merayakan dengan cara datang kerumah-rumah dan bersalam-salaman, sebaliknya jika waga yang beragam kristen merayakan natal maka warga yang beragama islam akan turut serta merayakan dengan mendatangi rumah-rumah warga.

Perbedaan agama bagi desa Jolotigo tidak menjadi penghalang untuk tidak rukun, hal tersebut dibuktikan dengan kerukunan saat ada acara atau hari besar dan gotong royong. Namun, dari beberapa hal setiap perayaan hari besar, mereka tidak menganggu beribadahnya akan tetapi hanya ikut memeriahkannya dan tentunya tidak mencampuri agama satu dengan agama lainnya. Pentingnya moderasi beragama ialah peran penting dalam menciptakan masyarakat yang harmonis.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun