Mohon tunggu...
Tiarapuspa Adelia
Tiarapuspa Adelia Mohon Tunggu... Apoteker - pencapaian mandi seminggu 3kali

hobiku maen bekel

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Eksplorasi Mendalam Tentang Tradisi Parang Pisang

28 Februari 2024   14:24 Diperbarui: 28 Februari 2024   14:35 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tiara Puspa Adelia

 12 IPS 5, SMAN 3 KABUPATEN TANGERANG
 
Sumatera Barat merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau Sumatera. Berdiri pada 3 Juli 1958 dengan ibu kota Padang. Merupakan provinsi yang terletak di bagian utara dan berbatasan dengan provinsi Sumatera Utara. Sumatera Barat memiliki beragam kebudayaan seperti Turun Mandi, Parang Pisang, dan Tari Piring. Pengertian kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka.
Di daerah Surantih Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai tradisi unik, yaitu Parang Pisang. Tradisi ini dilakukan untuk memperingati atau merayakan jika terlahir bayi kembar sumbang, dimana bayi kembar sumbang ini adalah bayi kembar yang terdiri dari laki-laki dan Perempuan. 

Tujuan dari tradisi ini adalah untuk memisahkan batin si bayi agar tidak timbulnya perasaan saling suka satu sama lain ketika mereka sudah dewasa nanti. Sebab Tradisi Parang Pisang ini dianggap unik karena nama dan bentuk perayaannya yang dilakukan dengan melemparkan pisang oleh kedua pihak keluarga. 

Parang merupakan bahasa Minang yang berarti perang. Sementara pisang adalah buah pisang. Jadi Parang Pisang memiliki arti; perang dengan menggunakan pisang sebagai alatnya. Parang Pisang tersebut dilakukan oleh dua keluarga, yaitu keluarga si bayi kembar dan keluarga Induak Bako (keluarga terdekat, seperti kakak atau adik kandung yang perempuan dari pihak bapak/ayah, sedangkan yang agak jauh bisa berasal dari kakak atau adik kandung dari ayah istri). 

Kegiatan Parang Pisang ini selalu mampu menarik perhatian masyarakat karena keseruan yang dihadirkan dalam aksi saling lempar pisang tersebut. Namun ada realitas yang berbeda, jika dulu, Parang Pisang dilakukan secara serius, melemparnya dengan sangat kencang (keras), maka sekarang tidak demikian. Parang Pisang dilakukan sambil tersenyum, bahkan ada yang tertawa, dan melemparnya juga tidak terlalu keras, layaknya perang yang sebenarnya.
 
Pengaruh globalisasi dan perkembangan iptek di tradisi parang pisang ini salah satunya adalah, sebagian masyarakat sudah tidak melestarikan tradisi parang pisang tersebut karna sebagin masyarakat sudah terpengaruh oleh perkembangan zaman, Era globalisasi dapat memberikan dampak negatif tradisi parang pisang karena adanya pengaruh budaya luar yang dapat menggeser nilai nilai lokal. 

Globalisasi dapat menyebabkan homogenisasi budaya, mengancam keberlanjutan tradisi, dan mengurangi keunikan seni tradisional seperti parang pisang. Dampak globalisasi terhadap tradisi parang pisang dapat mencakup perubahan dalam produksi, distribusi, dan penerimaan budaya tersebut secara global. 

Sementara itu, integrasi iptek tradisional bisa membawa inovasi dan pembaruan pada teknik pembuatan parang pisang secara tradisional. Globalisasi dapat membuka peluang pasar baru untuk parang pisang, namun juga menghadirkan tantangan terkait pemertahanan keaslian dan nilai budaya. 

Sementara itu, penerapan iptek tradisional bisa meningkatkan efisiensi produksi parang pisang tanpa kehilangan esensi seni dan keunikan budayanya. Iptek juga dapat mempengaruhi aspek artistik dan desain parang pisang, mungkin dengan menggunakan teknologi modern untuk menghasilkan ukiran yang lebih detail atau memperbaiki kinerja senjata secara keseluruhan.
Tradisi parang pisang adalah suatu tradisi yang ada di pesisir Pantai Selatan. Yang bertujuan untuk memisahkan bayi kembar sepasang yang lahir di daerah tersebut. Tradisi ini meyakini bahwa bayi yang telah Bersama sejak dalam kandungan batin mereka akan menyatu. Tradisi ini juga bertujuan agar anak kembar yang sepasang tadi, yang terdiri atas laki-laki dan perempuan ketika telah dewasa tidak saling menyukai. selain itu tradisi ini juga menjadi salah satu perayaan telah lahirnya bayi kembar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun