Mohon tunggu...
Tiara Purnamasari
Tiara Purnamasari Mohon Tunggu... -

an inspiring writer be..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Untukmu Ibu] Surat Cinta untuk Mamah

22 Desember 2013   08:18 Diperbarui: 4 April 2017   17:52 6589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Surat Cinta untuk Mamah

Oleh: Tiara Purnamasari

No. Peserta: 140

Tasikmalaya, 22 Desember 2013

Kepada wanita yang di bawah telapak kakinya terletak surgaku, Mamah

Assalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh.

Salam cinta teriring untuk Mamah, wanita yang telah rela menghabiskan seluruh hidupnya untuk membesarkan, mendidik, menjaga dan mencurahkan limpahan kasih sayang untuk saya. Semoga ridho Alloh senantiasa dilimpahkan untuk Mamah. Aamiin.

Mah, sudah sedari dulu saya ingin memberikan sepucuk surat cinta untuk Mamah. Ah, tapi saya tak tahu bagaimana saya akan memberikannya. Jadi saya putuskan untuk menulisnya saat ini dan (mungkin) akan memberikannya suatu hari nanti.

Sebenarnya, sekarang pun saya bingung harus memulai dari mana. Terlalu banyak cerita tentang Mamah, sebelum saya ada dalam rahim Mamah hingga saya dewasa dan mungkin tak ada suatu hari. Tapi baiklah, saya akan menulis apa yang ingin saya tulis. Biarlah cerita lainnya tersimpan dalam memori saya yang terindah.

Sebentar lagi usia saya akan menginjak 24 tahun. Itu artinya hampir 25 tahun sudah saya merepotkan Mamah dan Bapak. Saya tahu kalau saya sudah banyak menimbulkan kesulitan di hidup Mamah, meski Mamah pasti tak merasa demikian. Saya minta maaf Mah karena saya masih belum bisa jadi apa-apa untuk membanggakan Mamah dan Bapak di usia saya yang sekarang. Saya masih saja sering menyusahkan Mamah, membuat Mamah khawatir dan cemas. Ah, saya benar-benar merasa tak berguna.

Wahai wanita mulia calon penghuni surga,

Tahukah Mamah bahwa saya ingin selalu sepertimu. Sungguh. Saya belajar banyak darimu tentang hidup ini. Tentang bagaimana menjadi seorang anak, kakak, adik, menantu, istri, mertua, sahabat dan bahkan seorang manusia di luar kehidupan keluarga. Hari-hari saya habiskan untuk mengamati seperti apa Mamah menjalani hidup ini. Barangkali Mamah menyadarinya, atau bahkan tidak sama sekali.

Mah, bagi saya Mamah adalah wanita terhebat sedunia. Saya merasa sangat beruntung terlahir dari rahim wanita mulia sepertimu. Mamah selalu mengajarkan kebaikan pada diri saya, kakak dan adik-adik dengan menjadi teladan bagi kami.

Mamah tak pernah mendikte saya untuk melakukan ini dan melarang saya melakukan itu. Yang Mamah lakukan justru memberikan contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Mamah selalu optimis dan semangat menjalani hari esok. Mamah selalu baik terhadap siapa pun tanpa pandang bulu. Mamah tak pernah mendendam dan selalu memaafkan orang-orang yang menyakiti Mamah. Memberi adalah kegemaran Mamah. Memupuk cinta pada keluarga dan sesama adalah keseharian Mamah. Mamah selalu sabar, tabah dan tawakkal menjalani setiap cobaan yang Alloh berikan. Mamah menjadi istri yang sangat baik bagi Bapak, juga ibu yang istimewa bagi kami, anak-anak Mamah. Dan masih banyak hal lain lagi dari Mamah yang menjadi teladan bagi saya. Saya memperhatikan itu semua, Mah. Saya belajar tentang hidup ini dari Mamah.

Mah, bagi saya Mamah adalah ibu terbaik sepanjang masa. Saya tak akan pernah lupa bagaimana Mamah merawat, membesarkan dan melakukan segalanya untuk saya. Saya tahu kalau saya anak yang cengeng sedari kecil. Saya juga sadar kalau saya anak yang manja. Ah, tak terbayangkan bagaimana hari-hari Mamah dihabiskan untuk mengurus kecengengan dan kemanjaan saya itu. Saya benar-benar terlalu merepotkan Mamah, bahkan sampai saat ini. Saya selalu meminta bantuan Mamah untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah saya, mencari ini itu, membuat sesuatu yang saya tak mampu melakukannya sendiri. Ya Alloh, betapa tulusnya semua yang Mamah lakukan itu.

Mamah masih ingat saat dulu Mamah dimarahi oleh saudara-saudara Mamah karena saya? Mamah harus menerima cacian dari saudara-saudara Mamah itu karena tingkah saya yang tak bisa jauh dari Mamah dan selalu menangis setiap Mamah tak berada di samping saya. Saya memang masih kecil saat itu, tapi saya masih dapat mengingat apa yang terjadi. Betapa saya merasa bersalah atas apa yang terjadi saat itu. Namun, saya belum sempat meminta maaf sampai sekarang. Jadi, maafkan saya Mah.

Saya tahu bahwa Mamah sangat menyayangi saya. Hal itu terbukti karena Mamah selalu tahu apa yang saya rasakan dan alami sekalipun saya tak memberitahukannya pada Mamah. Mamah akan sakit jika saya sedih dan senang jika saya bahagia.

Sejak kecil, saya memang anak yang cengeng. Tak heran jika saya sering disakiti teman-teman saya. Bahkan, seringkali saya dibuat berurai air mata karenanya. Di saat itulah Mamah hadir sebagai malaikat pelindung saya dari kehadiran teman-teman yang usil. Terima kasih, Mah. Mamah bukan hanya melindungi saya dari teman-teman yang usil, tapi juga dari ledekan para tetangga yang mengatakan bahwa saya tak laku karena tak juga memiliki teman dekat laki-laki. Mamah selalu meyakinkan saya bahwa jodoh sudah ditetapkan, dan saya akan mendapatkan lelaki yang baik pada saatnya nanti. Tahukah Mamah bahwa apa yang Mamah lakukan itu sangat menentramkan hati?

Saat saya tak berada di dekat Mamah, Mamah selalu menghubungi saya berkali-kali hanya untuk memastikan bahwa saya makan dengan benar, istirahat dengan cukup dan hidup dengan baik. Saya masih ingat sewaktu saya bekerja di luar kota untuk beberapa bulan, hampir setiap hari Mamah menelpon saya. Mamah selalu menanyakan keadaan saya, menyuruh saya makan enak, menjaga diri dan tak lupa beribadah kepada Alloh. Tahukah Mah, setiap kali mendengar suara Mamah, hati saya terasa sesak karena merasa kehilangan. Saya merasa tak bisa jauh dari Mamah, tapi saya berusaha menguatkan diri hingga suatu hari Mamah meminta saya berhenti bekerja karena mengkhawatirkan kesendirian saya di tanah orang. Mamah begitu tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada saya.

Mah, maafkan saya karena terkadang merasa kesal jika Mamah menyuruh saya untuk berhenti berkutat di antara buku-buku dan mesin komputer. Saya sering merasa jengkel untuk itu. Maaf untuk kebodohan saya itu, Mah. Saya tahu Mamah melakukan hal seperti itu karena tak ingin saya sakit, dan juga ingin saya bisa menikmati hidup ini dengan baik dan seimbang, tidak hanya selalu berkutat dengan buku.

Mah, saat ini saya baru saja diwisuda menjadi Sarjana. Saya sangat berterima kasih kepada Mamah. Dukungan Mamah, doa-doa Mamah, semua yang Mamah berikan dan lakukan sangat berarti untuk saya. Saat saya merasa hampir putus asa karena perjalanan menempuh kelulusan menjadi Sarjana begitu berkelok, Mamah selalu ada menguatkan saya. Mamah selalu mendoakan saya di dalam diam di sepertiga malam.

Masih lekat dalam benak saya hari-hari mendebarkan yang saya rasakan saat akan menghadapi sidang skripsi. Namun ternyata, Mamah lah yang lebih merasa tegang menghadapi semua itu. Mamah sibuk mendoakan saya, melakukan ibadah lebih rajin dari biasanya agar Alloh ridho dan memperkenankan kelulusan saya. Dan Alhamdulillah, saat itu saya bisa menghadiahkan kelulusan disertai predikat “Dengan Pujian” untuk Mamah.

Sayangnya, kasih sayang Mamah tak cukup sampai di situ. Setelah saya lulus kuliah pun, saya masih harus merepotkan Mamah untuk menyiapkan pernikahan saya. Mamah begitu total mempersiapkan semuanya dari awal sampai akhir. Mamah benar-benar ingin mempersembahkan sesuatu yang istimewa untuk saya. Saya merasa semakin tak berguna. Saya merasa terlalu banyak menyusahkan Mamah walaupun Mamah tak pernah berpikir demikian.

Mamah, jika saja Alloh menghendaki, maka saya ingin sekali menghabiskan hidup saya bersama Mamah, selalu berada di samping Mamah, dalam dekapan dan buaian Mamah. Ah, tapi tentu saja hidup tak selalu begitu. Saya harus menikah dan memiliki keluarga. Itu pun untuk meneruskan keturunan Mamah dan Bapak.

Saya selalu ingat ketika Mamah tak hentinya menasehati saya agar menjadi wanita gesit, rajin dan bisa memasak. Mamah bilang, itu sangat berguna jika saya menikah nanti. Wanita itu harus bisa masak untuk membuat betah suaminya di rumah. Tapi saat itu saya selalu malas untuk melakukannya. Saya hanya senang menonton Mamah memasak tanpa memberikan bantuan. Mamah selalu sibuk mengajari saya cara-cara memasak berbagai hidangan dan saya hanya bisa memperhatikannya tanpa pernah mempraktekkannya. Ah, jika saya ingat, saya hanya bisa tersenyum sendiri.

Saya merasa beruntung karena Mamah tak pernah berhenti menasehati saya untuk selalu cekatan dan mengajari saya memasak walaupun saya tak pernah mempraktekkannya. Hasilnya, ketika saya telah menjadi seorang istri, saya merasa tidak canggung lagi untuk melakukan pekerjaan rumah. Dan soal memasak, saya tidak tahu kenapa saya langsung bisa memasak. Kurasa, itu semua berkat nasehat dan dukungan Mamah.

Terima kasih, Mah. Terima kasih untuk segalanya. Terima kasih untuk kasihmu yang tak pernah usang. Terima kasih untuk cintamu yang selalu abadi. Saya tahu saya tak akan pernah bisa membalas semua yang telah Mamah berikan dan lakukan, tapi saya akan terus berusaha menjadi yang terbaik untuk Mamah. Kelak jika saya menjadi seorang ibu, saya ingin seperti Mamah –ibu terbaik untuk anak-anaknya.

Mah, saya mencintai Mamah karena Alloh. Katanya, keluarga yang selalu saling menyayangi, mengasihi, mengingatkan dalam hal kebaikan dan ibadah akan berkumpul kembali di surga Alloh. Saya berharap kelak kita akan berkumpul kembali di Jannah-Nya.Aamiin.

Mah, maafkan saya jika saya selalu melarang Mamah untuk makan sembarangan. Saya sungguh tidak ingin berbagai penyakit Mamah kambuh apalagi jika harus masuk rumah sakit untuk ketiga kalinya. Saya benar-benar tidak mau mengalami lagi kejadian seperti itu. Hati saya sakit sekali melihat Mamah merintih menahan rasa sakit. Waktu terasa berhenti saat Mamah harus dibawa ke rumah sakit. Seluruh tubuh saya benar-benar mati rasa melihat Mamah terbaring lemah di kamar rumah sakit. Saya berdoa semoga tidak akan pernah terjadi lagi hal seperti itu. Mamah selalu jaga kesehatan ya. Kami semua menyayangi Mamah. Kami tidak mau kehilangan Mamah.

Saya tahu bahwa apa yang saya tuliskan ini hanya secuil dari kisah kita. Namun, seperti yang sudah saya bilang, biarlah kenangan indah lainnya tetap tersimpan di laci pribadi saya. Terima kasih untuk segalanya, Mah. Semoga Alloh senantiasa memberikan rahmat-Nya pada Mamah. Saya mencintai Mamah lebih dari apapun yang ada di dunia ini.

Wassalamu’alaikum warohmatulloh wabarokatuh.



Anak perempuan pertama Mamah, Tiara Purnamasari



NB

·Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community http://www.kompasiana.com/androgini

·Silahkan bergabung di group FB Fiksiana Community: http://www.facebook.com/groups/175201439229892/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun