Mohon tunggu...
tiara naifa
tiara naifa Mohon Tunggu... lainnya -

saya anak terakhir dari 4 bersaudara.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Pendidikanku

26 Agustus 2011   16:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:27 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

sekarang saat aku memulai menulis ini, aku duduk di kelas II sekolah menengah atas jauh dari tempat tinggalku. Namun jarak tidak menjadi kendala bagiku. Karena pilihan untuk hidup mandiri sejak dini yang mengharuskanku untuk siap dengan segala konsekuensi dan berbagai kendalanya. Aku menghabiskan waktuku dalam masa-masa ini (sekolah) bersama teman-teman sejalan dan satu tujuan awal yaitu 'menuntut ilmu' di bangunan kuno yang terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari 5 kamar yang luasnya tak seberapa bagi 'anak yang bernasib baik' yang terbiasa dengan kamar pribadi yang begitu luas dengan segala fasilitasnya, dan 2 kamar mandi yang cukup mewah untuk anak-anak asrama sepertiku dan temanku yang lainnya.


Ya, sekolah yang sekarang tempatku 'menuntut ilmu' dan menghabiskan masa remajaku ini memfasilitasi murid-murid 'pilihannya' dengan adanya asrama. Mungkin, untuk semakin memperyakin wali muridnya untuk menitipkan anak 'kesayangan' nya untuk menuntut ilmu disitu. Dan menjadi alasan untuk menjawab pernyataan "jauh dari rumah" dengan jawaban "kan ada asramanya", seolah jarak tak menjadi masalah yang begitu berarti. Dan ternyata, itu sebuah alasan yang cukup ampuh. Nyatanya, tak sedikit temanku yang datang menuntut ilmu di sekolah ini dari luar daerah sekolahku dibangun, walau tidak dari seluruh daerah aceh dan luar aceh. Tapi itu salah satu yang membuatku menjadi bertambah semangat. Aku saja, butuh waktu tempuh 1 jam agar bisa sampai di asrama dengan selamat. Belum lagi tawaran kesan-kesan yang tak terbeli saat berkesempatan untuk pulang ber'rombongan' dengan menaiki becak yang penuh sesak dengan barang bawaan dan badan bawaan masing-masing. Belum lagi, encok yang kumat karena terbanting sama rata dengan barang karena infrastruktur jalan yang cocok dijadikan kolam-kolam ikan atau apalah, dan sesak yang ditimbulkan dari kabut debu yang menjadi makanan siang kami. perjalanan menuju rumah balum pinis sampai situ saja, sudah keluar dari daerah 'sedikit' pedalaman itu kami harus menunggu transportasi lain lagi.


Ya, sekolah dan asramaku terletak 'sedikit' pedalaman dari kota Tamiang, tapi itu menurutku. Kali ini 'sedikit' lebih mewah dari becak. ADT/JUMBO, kami sering menyebutnya begitu, mobil setengah BUS ini menjadi pilihan kami karena alasan yang cocok untuk yang berstatus pelajar yaitu, tarifnya yang cocok di kantong pelajar. Itu hanya jika pulang kerumah, lain lagi kalau balik ke asramanya. Kalau balik keasrama, kami tak lagi naik becak tapi, naik ADT/JUMBO tertentu yang di carter setiap jadwal dan tarif yang sama. Aku tidak tahu persis sejak angkatan berapa ADT ini setia mengantarkan awak asrama. Karena, yang aku tahu, sejak aku bergabung untuk pulang-pergi bersama teman-teman sedaerah, ADT itu salalu penuh sesak, sesak dengan kebersamaan, candaan, kasih-sayang, dan semua yang mungkin tidak aku dapatkan jika aku memilih untuk meneruskan sekolah di SMAN biasa yang tidak memfasilitasi itu semua walaupun lebih dekat dengan rumahku namun tidak dekat dengan hatiku selepas lulus sekolah menengah pertama. Aku belum pernah keluar 'kandang' sebelumnya. SMAku sangat populer saat awal dia lahir, dia lahir saat aku masih duduk di bangku SD. takdir tak mengizinkanku untuk mengenyam taman kanak-kanak, saat usiaku pantas masuk TK, aku sudah langsung loncat ke tingkat yang lebih tinggi mengalahkan teman-teman seusiaku. masa TK kuhabiskan langsung di SD yang bertetanggaan dengan rumahku dulu. setelah satu semester, aku dipindahkan ke SD yang terletak tak jauh dari rumah nenekku yang menjadi tempat tinggalku saat itu. naik kelas dua, aku dipindahkan lagi ke SD tempat mamaku mengajar.


ya, mamaku seorang guru SD. tamat SD aku melanjutkan di SMP dekat rumahku. dari mamaku sampai abangku yang terakhir memilih SMP terfavorit di kotaku, hanya aku lah yang bersedia masuk SMP kampung, begitulah ledekan mereka kepadaku saat kumpul keluarga. selalu aku yang kena kick. tapi ada gunanya juga bagiku bersekolah di situ. bisa pergi sekolahnya saat bel berbunyi, istirahat bisa makan dirumah, karena dekat dengan rumah. hahaha..


begitulah sepak terjang sekolahku sampai sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun