Mohon tunggu...
tiara mirani
tiara mirani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Potensi Pidana bagi Hakim Pelanggaran Kode Etik

22 Juli 2022   09:57 Diperbarui: 22 Juli 2022   10:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Landasan suatu profesi yang menjadi perhatian bersama bahkan sering terjadi penyalahgunaan terhadap profesi, munculnya wacana pemikiran tentang kode etik profesi hakimk arena berangkat dari realitas para penegak hukum khususnya hakim yang mengabaikan nilai moralitas sering kali disebut Etika. Para pelaku professional yang memiliki kode etik hakim sebagai standar moral belum memberikan dampak yang positif, terutama belum bisa merubah image masyarakat terhada wajah peradilan untuk menjadi lebih baik. 

Kode etik profesi hakim mengandung nilai moral yang menjadi landasan kepribadian hakim secara professional yaitu kebebasan artinya sebagai manusia mempunyai kebebasan baik kemandirian moral maupun keberanian moral yang dibatasi norma-norma yang berlaku. 

Kejujuran dalam penegakan hukum harus dilandasi sifat kejujuran dalam hati nurani dan kebenaran akal (ratio) dari mulai pemeriksaan perkara, pencarian hukum sampai pada pemutusan perkara secara patut (equality) dengan melihat situasi, apa yang seharusnya diperbuat berdasarkan undang-undang yang mengandung keadilan dan kebenaran di masyarakat. Pertanggung jawaban sebagai tuntutan dari kehendak bebas yaitu adanya pertanggung jawaban sebagai Batasan dari apa yang diperbuatan manusia. Terjadinya penyalahgunaan dan pengabaian terhadap kode etik profesi hakim diakibatkan rendahnya etika dan moralitas hakim, sehingga tidak telaksanakannya nilai kebenaran, keadilan, kehendak bebas dan pertanggung jawaban sebagai profesi hakim

Dalam Surat Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012/02/PB/P.KY/09/2012 tentang kode etik dan perilaku hakim. Hakim sendiri merupakan pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. Dalam persidangan Hakim harus memproses segala yang diajukan dan menyelesaikan menyelesaikannya antara pihak demi terciptanya kedaimaian diantara manusia. 

Dalam permbahasan tentang Hakim salah satu kasus yang menjerat seorang Hakim bernama Ramlan Comel. Ramlan Comel adalah seorang hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kota Bandung. Ramlan Comel terbukti menerima suap dan janji saat menyidangkan perkara korupsi dana bantuan social di Bandung. Berdasarkan kasus tersebut terlihat bahwa Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada terdakwa kasus suap hakim Bansos Pemkot Bandung, Ramlan Comel. 

Selain itu mantan hakim ad hoc Tipikor Bandung tersebut diharuskan membayara denda Rp. 200 juta subside kurungan satu bulan. Putusan yang diberikan majelis lebih ringan 3 tahun 6 bulan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun 6 bulan. Dalam amar putusannya menyebutkan jika terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara Bersama-sama dan berkelanjutan melakukan tindak pidana korupsi. 

Ramlan Comel terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 12 huruf c UU No. 31 tahun1999 sebagaimana telah diubah dalam UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP, yaitu Hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan padanya untuk diadili.

Prinsip kode etik yang sering dianggar oleh Hakim, kemungkinan Hakim Imparsial kadang memihak salah satu pihak dengan berbagai macam kepentingan atau ketika Hakim tidak obyektif karena obyektifitas merupakan pegangan Hakim dalam melakukan suatu perbuatan atau pekerjaan. Pertanggungjawaban Hakim pelaku pelanggaran kode etik pada kasus diatas itu termasuk pelanggaran kode etik berpotensi pidana, yang hanya diadili melalui ranah pidana. 

Hakim pidana hanya memutuskan berdasarkan kesalahan, sedangkan kode etik pihak yang berwenang menjatuhkan sanksi tidak dapat menjatuhkan pidana. Kendala dalam penegakan kode etik adalah adanya hakim tidak terjangkau. Tidak terjangkau diartikan bahwa sebagian hakim yang melakukan pelanggaran kode etik tidak dilaporkan, sedangkan untuk menindaklanjuti pelanggarankode etik harus ada laporan dalam situasi seperti hakim itu pelaku pelanggaran kode etiklah yang seharusnya jujur ketika melanggar prinsip kode etik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun