Mohon tunggu...
Jaya Hasiholan Limbong
Jaya Hasiholan Limbong Mohon Tunggu... Penulis - Fresh Graduate Universitas Lampung

Penulis yang berkecimpung didunia anti korupsi dari lulusan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Menanti Pemimpin Berintegritas Pilkada 2020

4 Agustus 2020   19:48 Diperbarui: 4 Agustus 2020   20:11 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Oleh Jaya hasiholan limbong


                                                                                      

Bangsa Indonesia tidak lama lagi akan memilih PemimpinKepala daerah tepatnya pada tanggal 9 Desember 2020 untuk pemungutan danPerhitungan Suara Pemilihan. Ancang-ancang Partai politikpun sudah mulaimenyiapkan amunisanya untuk berpartisipasi dalam Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA)2020, Seperti PDI-P sudah mengumumkan 45 Nama  Rekomendasi dan Partai Gerindra Resmi Usung Muhammad Rahayu Saraswatipada gelaran Pilkada 2020.

Tidak terlepas dari itu saja, banyak calon pesertapilkada sekarang ini yang sudah memulai berlomba-lomba merebut hati rakyatnyasupaya bisa dipilih menjadi Kepala daerah, hal itu terlihat dibeberapa daerahtak terkecuali di tempat penulis tinggal, di Bandar Lampung sudah banyakkampanye kecil-kecilan seperti adanya Banner, Pamflet ataupun menggunakan mediaelektronik lainnya.

Baik itu peserta dari calon petahana maupun dari calonbaru peserta Pilkada. Mungkin sebagian orang menganggap hal itu sudah biasa danmenjadikan hal-hal tersebut menjadi suatu budaya perpolitikan diIndonesia.Padahal hal tersebut merupakan langkah awal munculnya korupsi sebelum menjabatsebagai Kepala daerah.

Bagaimana tidak, biaya kampanye kepala daerah yangterbilang mahal mencapai  Puluhan juta sampai Milyaran rupiah, hal senada pun pernah diungkapkan Kementerian dalam Negeri Calon Peserta Pilkada butuh danaRp.20 hingga Rp.100 miliar untuk memenangkan Pilkada, dikutip dari berita Kompas 12 Januari 2018.  Padahal Kampanye baru  akan dimulai Pada 26 September 2020.

Ada celah hukum yang dimanfaatkan oleh Peserta Pilkadayaitu dengan mengkampayekan dirinya dengan tidak mencantumkan Visi dan misi sertabelum adanya nomor urut dari KPU setempat, hal itu dilakukan agar terhindardari pelanggaran Pilkada, sehingga mereka calon Peserta Pilkada  bisa terhindar dari adanya teguran maupunpelanggaran Pilkada.

Perilaku dari calon Peserta pilkada tersebut tidakmencerminkan semangat membangun Pilkada yang berintegritas dan semangatmemberantas Perilaku Korupsi, adapun didalam dunia Korupsi disebut Ilegalcorruption, ialah suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan Bahasa ataumaksud-maksud hukum, peraturan dan regulasi tertentu.

Padahal didalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Disebutkan Penyelenggaraankampanye dilakukan oleh Peserta Pilkada atas penjadwalan dari KPU setempat yangjadwal Penyelengaraannya di susun Oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Perilakutersebut haruslah dimusnahkan bukan utuk dibiarkan.

Memang sangat disangkan melihat kepala daerah kitayang sudah memulai melakukan “Kampanye”, apalagi sudah memulai mencantumkanjanji-janji politik dalam mengkampanyekan dirinya. Hal ini pun bertentangandari tujuan kampanye sebagai wujud dari pendidikan politik masyarakat yangdilaksanakan secara bertanggung jawab dan  berintegritas. 

Korupsi membudaya dikalangan Pejabat Publik

Lantas pantaskah memang Korupsi disebut sudah membudaya? atau perusak moral bangsa yang merenggut hak-hak rakyat dalam menikmati fasilitas-fasilitas Negara?. Skor Indonesia dalam Pemberantasan Korupsi masih jauh dari Standar Internasional, dibuktikan dengan data yang baru-baru ini dikeluarkan oleh Corruption Perception Index-CPPI yang menilai Indonesia diangka 40 dari 100, semakin tinggi angkatanya maka semakin bersih negaranya dari Korupsi. 

Penyalahgunaan Jabatan Politik (Pejabat publik hasildari sebuah pemilu atau Pilkada) merupakan salah  satu penghambat Indonesia dalam meraih pointtinggi untuk menghilangkan Korupsi di Indonesia. Pada Oktober tahun 2019  kemaren, Jubir Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri diansyah mengatakan sudah ada 119Kepala daerah yang terjerat kasus korupsi. Sejak KPK berdiri, pelaku korupsiberasal dari 25 Provinsi yang berbeda-berbeda.  

Kasus-Kasus Korupsi yang terjerat pada Pejabat Publiktadi tidak terlepas dari biaya kampanye yang mahal, kerakusan akan suatujabatan publik. Tidak main-main biaya yang dikeluarkan oleh peserta yang inginmencalonkan diri sebagai kepala daerah melalui Partai Politik.

Terlebih lagi mereka (Peserta Pilkada) juga harusmembayar mahar politik secara diam-diam atau secara tidak langsung kepadapartai politik, hal tersebut pernah diungkapkan La Nyalla Mattalitti yang harusmembayar mahar kepada partai Gerindra pada Pilkada Jawa Timur 2018 kemaren.  Belum lagi jika memakai cara kotor yangdilakukan peserta Pilkada, seperti ada suap menyuap kepada penyelenggaraPilkada, black campaign yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Hukuman Penjara yang merupakan cara terakhir dalam menyelesaikanmasalah terhadap perbuatan-perbuatan korupsi yang dibuat oleh Pejabat publikpun terasa kurang ampuh, terlihat masih bannyaknya pejabat Publik kita yangtertangkap ataupun terserek kasus oleh KPK.  Padahal mereka merupakan orang-orang yang berpendidikan serta dipilih oleh rakyat karena mampu memimpin kearah yang lebih baik. 

Korupsi dengan cara menjadi Kepala daerah memang merupakancara yang menggiuran, untuk bisa mendapatkan uang yang tidak sah dengandimanipulasinya uang, seolah-olah uang itu sah, karena adannya kewenangan yangbesar untuk bisa menutup-nutupin hasil uang Korupsi. Seperti mantan BupatiLampung Selatan yang divonis dengan  66,7Milyar kerugian Negara. Dimana dia menaruh uang untuk membayar aset-aset berupatanah dan bangunan serta kendaraan dengan mengatasnamakan keluarga atau pihaklain yang digunakan untuk kepentingan pribadi.

Extraordinari Crime Perlakuannya juga harus Extra     

Oleh karena pantas memang Korupsi disebut Extraordinary Crime atau kejahatan yang luar biasa,  memiliki kompleksitas yanglebih rumit karena adanya kekuasaan dalam jabataannya jika dibandingkan dengantindak pidana biasa lainnya. Korupsi merupakan Kejahatan yang  tak berkemanusiaan atau melanggar hak asasimanusia orang banyak yang merampas hak ekonomi Masyarakat luas.

Hal ini pun sejalan dengan asal kata  Korupsi berasal dari kata latin Corrumpere,Coruptio, Corruptus. Artinya adalah penyimpangan dari kesucian (Profanity), tindakan tak bermoral, kebejatan, kebusukan, kerusakan, ketidakjujuran, atau kecurangan.  Atau Menurut Kumorotomo bahwa korupsi adalah penyelewengan tanggung jawab kepada masyarakat dan secara factual korupsi dapat secara langsung maupun tidak langsung  merugikan Keuangan Negara. 

Erat kaitanya antara Korupsi dengan jabatan Politik,jika kita mellihat fakta-fakta yang terungkap dilapangan bukan hanya kepaladaerah, tetapi kalangan DPR, DPRD, DPD sebagai pejabat publik juga pernah adayang terseret kasus korupsi oleh KPK. Hal ini dikarenakan adanya suatukekuasaan atau kewenangan dalam jabatan politik tersebut untuk membuatkebijakan ataupun menghapuskan kebijakan, sehingga riskan terjadinyapenyalahgunaan jabatan tersebut..     

Ayo basmi Korupsi dengan memilih Pejabat Publik yangberintegritas pada pilkada 2020

Hal ini Senada dengan apa kata Lord Acton “Power tends to corrupt. Absolute power corrupts absolutely.” Hal ini sering terdengar pada  penggiat anti Korupsi yang artinya, Kekuasaanitu cenderung korup . Kekuasaan  mutlak benar-benar merusak. Begitulah kata-katanya yang  bisa diterjemahkkan oeh penulis. 

Kedepan 270 daerah akan melaksanakan  Pilkada serentak di Desember 2020, mari pilihlah calon peserta yang track recodnya bagus yang terbebas dari adanya sangkut paut kasus Korupsi. Pilihlah pejabat publik yang mau melaporkan harta kekayaannya ke LHKPN sehingga kita juga bisa mengontrol harta kekayaan calon pemimpin daerah kita dan peserta pilkada yang juga mau melaporkan seluruh dana Kampanye kepada Penyelenggara Pemilihan Kepala daerah. 

Bahwasanya Korupsi harus benar-benar diperhatikan karena Korupsi merupakan suatu kejahatan yang berdampak pada banyak orang. Mari memulai dari diri kita dengan memilih pemimpin bukan karena janji-janji manis ataupun embel-embel politik, tetepi karena Integritasnya dengan berani melaporkan harta kekayaan, berkampanye sesuai jadwal dan tidak melakukan Black Campaign. Gunakan hak pilih kamu untuk memilih pemimpin yang berintegritas pada 9 Desember 2020. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun