Stereotip Gender: Beberapa budaya atau masyarakat menempatkan stereotip gender terkait dengan ekspresi emosi. Misalnya, mungkin dianggap "lemah" jika seseorang pria mengekspresikan emosi sedih atau takut. Hal ini dapat memicu perilaku toxic positivity.
Tekanan untuk menyembunyikan masalah: Lingkungan yang menekankan untuk menyembunyikan masalah atau kesulitan dapat memotivasi orang untuk mengadopsi sikap positif secara berlebihan sebagai bentuk perlindungan diri.
Toxic Positivity  ini tidak  bisa dibiarkan mengendap dalam diri seseorang karena hal tersebut akan berbahaya untuk kesehatan mental dari seseorang. Akibat dari Toxic positivity  ini tidak hanya menyerang mental seseorang tetapi juga kepribadian akan terguncang jika seseorang mengidap ini. Berikut adalah beberapa akibat dari  Toxic positivity.
Menekan emosi negatif: ketika seseorang terus menghiraukan perasaan yang dia rasakan atau dia miliki, ini akan berakibat pada individu tersebut akan merasa tidak diakui serta dia menjadi tidak mau mengekspresikan perasaan yang dia miliki.Â
Penolakan terhadap realitas: Toxic positivity dapat menyebabkan penolakan terhadap realitas atau masalah yang sebenarnya. Seseorang mungkin enggan mengakui atau mengatasi masalah karena terjebak dalam sikap positif berlebihan.
Mengesampingkan pengalaman trauma: Dalam situasi yang sulit atau traumatik, mendorong seseorang untuk "bersikap positif" bisa mengesampingkan pengalaman traumatis dan mencegah pemrosesan emosi yang sehat.
Kurangnya empati: Ketika seseorang menghadapi kesulitan, respon yang terlalu positif tanpa empati terhadap penderitaan mereka dapat membuat mereka merasa tidak didengar atau dimengerti.
Dengan akibat yang sudah dijabarkan diatas,, tentunya kita tidak ingin hal tersebut terjadi dalam kehidupan kita, maka karena itu terdapat beberapa tips yang bisa kamu terapkan untuk menghindari hal tersebut yaitu,Â
Kita harus bisa memahami diri kita sendiri, hal ini memang terdengar sangat mudah, namun kita perlu punya tekad dan keberanian untuk melakukannya. Memahami diri sendiri akan membuat kita lebih tau apa dan bagaimana seharusnya kita menyikapi situasi atau keadaan yang sedang terjadi, tanpa harus perlu terlihat terus baik baik saja.Â
Kita harus bisa memberikan pemahamanan kepada diri kita sendiri bahwa no body perfect in the world semua orang pasti pernah gagal, pernah salah dalam melakukan sesuatu. Jadi ketika terjadi hal tersebut kita harus bisa menjadikannya pembelajaran untuk diri kita sendiri. Kamu bisa melakukannya dengan memberikan apresiasi kepada dirimu bahwa kamu telah melakukan yang terbaik untuk saat ini, dan nanti ketika ada kesempatan lagi kamu bisa mencoba dan mengusahakan lebih baik lagi.Â
Hidup itu banyak lika liku, tidak ada manusia yang hidupnya sempurna, tidak ada masalah, tidak pernah gagal. Semua orang pasti pernah berada di fase ini, hanya saja waktu dan caranya berbeda beda. Ketika kamu sering melihat di sosial media bahwa kehidupan banyak orang it baik baik saja, kita belum tau apa yang sedang dia jalani dan dia pikirkan saat ini. Di Sosial media memang semua orang akan menampilkan versi terbaik dirinya, sehingga tidak perlu iri dengan kehidupan orang lain. Mungkin saja kehidupan kamu bahkan jauh lebih baik dari apa yang ditampilkan saat itu. Â Kita tidak pernah tahu kehidupan manusia dibalik layar itu bagaimana, jika kamu merasa terganggu dengan postingan tersebut, kamu bisa melakukan hal hal lain daripada membuka social media.Â
-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!