Beberapa tanggapan tokoh politik negeri muncul menanggapi operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Ketua DPD Irman Gusman, beberapa tokoh politik Negeri ini menyangsikan penangkapan tangan Ketua DPD oleh KPK tersebut dikarenakan jumlah uang yang digunakan sebagai alat bukti hanyalah 100 Juta Rupiah. Salah satu tanggapan datang dari Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah melalui twitternya menanggapi ditangkapnya Irman Gusman, Sabtu (17/9) dini hari di rumah dinasnya, jalan Denpasar, Jakarta. "Irman Gusman seorang pengusaha kaya yang dijebak dengan uang recehan Rp100 juta," tulisnya.
Gara-gara “Recehan 100 juta seperti yang dituliskan oleh Fahri Hamzah, Irman Gusman resmi diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua DPD pada Senin Tanggal 19 September 2016. Tanggapan lain juga datang dari Anggota Komisi III Muhammad Syafii berpandangan, standar operasional prosedur (SOP) KPK mengharuskan menangani kasus korupsi Rp1 miliar ke atas. Sedangkan suap sebesar Rp100 juta tidak menjadi ranah KPK untuk menangani kasus tersebut. Ia justru mempertanyakan langkah KPK yang menangani kasus suap terhadap Irman yang hanya Rp100 juta itu. “Ini ada apa,” ujarnya singkat di Gedung Parlemen, Senin (19/9).
Menanggapi tanggapan para tokoh politik diatas mengenai “recehan 100 juta” yang ditulis oleh Wakil Ketua DPR dan mengenai KPK yang dianggap menyalahi Standar Operasional Prosedur, dapat kita mengerti dan memahami sendiri bagaimana kewenangan KPK
KPK merupakan lembaga yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari kekuasaan manapun. Komisi ini dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya guna dan daya hasil terhadap upaya pemberantasan korupsi
Munculnya KPK yang berfungsi melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi merupaka respon atas kurang efektifnya penanganan tindak pidana korupsi oleh aparat Kepolisian dan Kejaksaan. Pembentukan KPK sebagai lembaga independen yang memang mempunyai kewenangan khusus dalam upaya pemberantasan korupsi didasari akan “kebutuhan” adanya lembaga pemberantas korupsi yang bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Jika kemudian banyak pihak yang mempersoalkan kewenangan KPK dikarenakan hanya melihat jumlah uang yang menjadi barang bukti dalam operasi tangkap tangan KPK terhadap Irman Gusman tersebut, memang terdapat pengaturan mengenai batas minimum jumlah uang korupsi yang dapat ditangani oleh KPK yaitu tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) hal ini dimuat dalam ketentuan Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Apabila Jumlah “Uang recehan 100 Juta Irman Gusman” tersebut dipermasalahkan hanya karena Pengaturan dalam Pasal 11, mari melihat kembali unsur-unsur yang terdapat dalam pasal tersebut, dimana pasal tersebut menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi yang menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). Dalam unsure Tindak Pidana Korupsi dalam Pasal tersebut tidak dapat dikaitkan dengan Kasus Irman Gusman dikarenakan
pengertian Korupsi itu sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan dsb) untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Sementara uang yang diterima Irman Gusman tersebut bukanlah uang Negara. Kemudian mengenai batas minimum Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah)dalam Pasal 11 tersebut dinyatakan hanya untuk menyangkut kerugian Negara sementara uang 100 juta rupiah tersebut adalah Pemberian dari Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto yang diduga menganai jatah impor gula.
Berdasarkan penjelasan diatas, Penulis menyimpulkan bahwa anggapan mengenai jumlah uang yang menjadi permasalahan kewenangan KPK harusnya tidak menjadi sorotan utama, KPK jelas memiliki kewenangan atas Kasus yang menimpa Irman Gusman. Dikarenakan kedudukan Irman Gusman dalam penerimaan uang tersebut adalah sebagai Penyelenggara Negara yaitu Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Terlebih lagi pemberian uang oleh Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto terhadap Irman Gusman tersebut dapat dikatakan sebagai Kasus Suap atau Gratifikasi.
Jelas di sini bahwa gratifikasi yang dapat diproses secara hukum adalah gratifikasi yang melibatkan pegawai negeri atau penyelenggara negara, karena berkaitan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban dan tugasnya.
Sudah menjadi kewajiban kita untuk memberikan dukungan terhadap keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan tidak menghakimi dan mempertanyakan kembali kewenangannya, namun begitu azas praduga tidak bersalah juga tidak boleh dilupakan ini juga berlaku terhadap Irman Gusman. Jadi biarkan proses hukum berjalan dengan semestinya tanpa adanya sorotan permasalahan jumlah uang yang terlalu dibesar-besarkan.
Nama : Tiara Ikrima