Malpraktik merupakan kesalahan medis yang dapat menyebabkan cedera atau kematian pasien. Di Indonesia, kasus malpraktik meningkat seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, jumlah kasus malpraktik meningkat dari 1.349 kasus pada 2015 menjadi 2.444 kasus pada 2020. Kasus-kasus tersebut meliputi kesalahan diagnosis, penggunaan obat yang tidak tepat, keterlambatan pengobatan, dan kesalahan bedah.
*Faktor Penyebab dan Dampak Malpraktik*
Faktor-faktor yang menyebabkan malpraktik antara lain kurangnya kompetensi dokter, keterbatasan fasilitas dan peralatan, serta kurangnya komunikasi antara dokter dan pasien. Dampak malpraktik tidak hanya dirasakan oleh pasien, tetapi juga berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap profesi medis. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pencegahan dan solusi untuk mengurangi kasus malpraktik.
*Solusi dan Pencegahan Malpraktik*
Untuk mengurangi kasus malpraktik, perlu dilakukan beberapa upaya, seperti peningkatan kompetensi dokter melalui pelatihan dan pendidikan berkelanjutan, pengawasan kualitas pelayanan, serta peningkatan infrastruktur. Selain itu, perlu dilakukan peningkatan kesadaran masyarakat akan hak-hak pasien dan pentingnya komunikasi antara dokter dan pasien. Pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya untuk memastikan standar pelayanan kesehatan yang baik.
Kasus malpraktik fisioterapi terjadi ketika seorang fisioterapis melakukan terapi yang tidak tepat pada pasien dengan cedera tulang belakang, sehingga menyebabkan cedera semakin parah. Fisioterapis tersebut tidak melakukan evaluasi yang memadai sebelum melakukan terapi dan tidak memperhatikan batasan gerakan pasien. Kasus ini menimbulkan kerugian materiil dan emosional bagi pasien serta merusak reputasi klinik fisioterapi. Faktor penyebabnya antara lain kurangnya pengetahuan dan pengalaman, kurangnya komunikasi dengan pasien dan dokter, serta kurangnya pengawasan. Untuk mencegah kasus seperti ini, diperlukan pengawasan ketat, pelatihan berkelanjutan dan komunikasi efektif antara fisioterapis, dokter dan pasien.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H