Mohon tunggu...
tiara destiana
tiara destiana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya adalah membaca buku,mendengarkan musik dan lari

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Formula Yuridis dalam Penerapan Kebijakan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Terkhusus Pajak Karbon

6 Juli 2022   10:50 Diperbarui: 6 Juli 2022   11:04 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Paris Agreement atau perjanjian Paris pada 12 Desember 2015 dengan dihadiri oleh 195 (seratus sembilan puluh lima) negara .Persetujuan Paris (Paris Agreement) ini memuat ketentuan mengenai Kontribusi yang ditetapkan secara nasional dengan Produk Undang-undang Harmonisasi peraturan Perpajakan.yang di tetapkan oleh presiden RI pada 29 Oktober 2021.Yang pelaksanaannya akan jatuh pada tanggal 1 Juli 2022 besok. 

Persetujuan Paris ini pada dasarnya merupakan komitmen bersama untuk menahan laju kenaikan suhu rata-rata global dibawah 2C di atas suhu di masa praindustrialisasi yang di targetkan tercapai pada tahun 2030 dan melanjutkan upaya untuk membatasi kenaikan suhu hingga 1,5C di atas suhu di masa praindustrialisasi. Upaya ini diharapkan akan secara signifikan mengurangi risiko dan dampak merugikan perubahan iklim. 

Dalam rangka melakukan upaya pengendalian dan perlindungan dampak perubahan iklim yang telah menjadi agenda global tersebut, diperlukan suatu bentuk kerangka kerja kerja sama internasional untuk mengatasi persoalan global perubahan iklim. Hal ini, Selaras dengan Sila Kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab yang mengamanatkan bahwa bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia dan bangsa Indonesia mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain, maka bangsa Indonesia perlu ikut serta dalam agenda global perubahan iklim. 

Dalam tataran nasional dengan keikutsertaan dalam Paris Agreement tersebut akan mendorong perubahan gaya hidup masyarakat menjadi ramah lingkungan serta menciptakan polapola kehidupan yang adaptif terhadap dampak perubahan iklim. Sedangkan dalam tataran global, kerja sama internasional dalam kerangka Paris Agreement dapat meningkatkan efektivitas penanganan perubahan iklim secara global.

 Landasan hukum penerapan Pajak Karbon terdapat pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tepatnya pada Pasal 13. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa Pajak Karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup. Aturan lebih lanjut terkait pelaksanaan pajak karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 Penerapan Pajak Karbon ini sejalan dengan salah satu prinsip dalam Hukum Lingkungan yang polluter pay principle, yakni prinsip dimana mereka yang mengotori lingkungan, mereka yang membayar. 

 Saat ini, ada sekitar 25 negara telah menerapkan pungutan karbon seperti China, Singapura, Kanada, Ukraina, Jepang, Prancis, Chile, dan lain-lain. Penerapan pajak karbon ini telah berhasil mengurangi emisi karbon. Finlandia menerapkan pajak karbon sejak 1990. Swedia dan Norwegia sejak 1991 dan berhasil menurunkan tingkat emisi karbon sebesar 25%. Demikian juga Australia dan Jepang menerapkan sejak 2012. Diikuti China 2017 dan Singapura pada 2019, sedangkan Indonesia, menargetkan 2022.

Pertimbangan keempat, bagaimana regulasi implementasi carbon tax. Hal ini penting karena menyangkut persiapan, verifikasi dan pengukuran target pada objek yang akan disasar. Implementasi carbon tax dapat dilakukan sekaligus melanjutkan agenda reformasi perpajakan.

 Reformasi bisa berupa simplifikasi administrasi pajak karbon itu sendiri. Bisa juga mekanisme pungutan pajak karbon dibuat seperti pungutan pajak yang ada.Harapan lain penerapan pajak karbon di Indonesia tidak mengurangi daya saing sejumlah barang atau produk. Karena itu pengenaan carbon tax ini perlu kajian mendalam bagaimana pengaruhnya terhadap elastisitas atau sensitivitas harga barang yang sangat dibutuhkan masyarakat sebagai akibat pengenaan carbon tax. 

Di sisi lain, implementasi pajak karbon di Indonesia diharapkan dilakukan dengan smooth, pemangku kepentingan kompak, semua sektor mendukung dan tidak terjadi ego sentris. Oleh karena itu dibutuhkan leadership kuat yang menjadi dirigen dan komunikator andal untuk keharmonisan penerapan carbon tax.

 Ke depan diharapkan tidak ada yang merasa dirugikan dan semua diuntungkan, sehingga tercipta keseimbangan berupa perubahan perilaku masyarakat (society behavior) yang peduli terhadap lingkungan terutama gas buang (emisi), serta tercipta green industry.  Tantangan ke depan juga akan tercipta pasar karbon (carbon trade). Negara seperti Norwegia telah bersedia memberikan skema pembiayaan bila suatu negara berhasil menurunkan emisi GRKnya. Yang tidak boleh lupa adalah implementasi carbon tax ini memerlukan komunikasi pemerintah dengan masyarakat. Pemerintah perlu membuka ruang dan pendapat masyarakat akan kebijakan ini agar mengedukasi dan merubah mind set serta perilaku masyarakat dan entitas untuk mencapai target tertentu. Demikian juga implementasi dapat dilakukan secara bertahap seperti yang dilakukan oleh China, misalnya mulai dari pemerintah daerah. Meskipun tidak sempurna pajak karbon ini harus bisa dimulai segera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun