World Health Organization (WHO) di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah tingginya angka pernikahan dini. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting cukup tinggi dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya.
Status gizi adalah indikator kesehatan yang penting dimana usia balita merupakan kelompok yang sangat rentan terhadap permasalahan gizi terutama stunting yang merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita kurangnya gizi yang bersifat kronis sehingga tinggi badan kurang pada usianya.Â
Anak yang mengalami gizi kurang cenderung mengalami sakit yang lebih parah. Kurus pada anak Balita menyumbang kematian sebesar 4,7 persen atau 2 juta kematian dari seluruh kematian anak Balita di dunia. Stunting akan mengakibatkan penurunan produktivitas dan kualitas SDM. Dampak buruk pada balita seperti perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan metabolisme tubuh.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Hasto Wardoyo mengatakan bahwa pernikahan pada usia kurang dari 20 tahun rawan menghasilkan kondisi kesehatan yang jauh lebih buruk. Selain itu, beliau mengatakan bahwa BKKBN turut meluncurkan program Pendampingan, Konseling dan Pemeriksaan Kesehatan dalam Tiga Bulan Pra-Nikah kepada calon pengantin sebagai upaya pencegahan stunting.
Dengan melihat maraknya kasus stunting dan pernikahan dini di Indonesia, Mahasiswa Prodi Fisika bersama Mahasiswa Prodi lainnya dalam Program MBKM Smart Vilage oleh FMIPA Universitas Tanjungpura melakukan pencegahan Stunting dan Pernikahan Dini dengan membantu aktivitas Posyandu yang ada di Desa Sungai Rengas. Penyuluhan juga dilakukan ketika aktivitas posyandu di setiap dusun berlangsung guna memberikan informasi tentang dampak buruk stunting dan pernikahan dini.
Selain itu kami hadirkan Program 1001 Sampah dan Program Pagi Sehat untuk masyarakat Desa Sungai Rengas. Hal ini dilakukan agar masyarakat tahu akan pentingnya menjaga kebersihan lingkungan karena lingkungan bersih akan menciptakan suasana yang asri dan tubuh yang sehat.
Program ini sangat didukung dan diapresiasi oleh Kepala Desa Sungai Rengas, Heri Kurniawan, ST. Beliau mengatakan, "Adanya program Bina Desa dari FMIPA Untan ini sangat membantu masyarakat Desa Sungai Rengas khususnya para remaja dan orang tua untuk selalu memperhatikan anak-anaknya dengan rutin melakukan posyandu setiap bulan mengingat banyak sekali dampak buruk yang ditimbulkan dari stunting dan pernikahan dini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H