Mohon tunggu...
Tiara Putri Sutanto
Tiara Putri Sutanto Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kawruh Jiwa: Teori Kepribadian Psikologi Jawa "Ki Ageng Suryomentaram"

20 Desember 2023   01:33 Diperbarui: 20 Desember 2023   01:49 1174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Ki Ageng Suryomentaram lahir pada tanggal 20 Mei 1892 dan diberi nama BRM Kudiarmadji. Dia adalah anak ke-55 dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII dan BRA Retnomandoyo, putri Patih Danurejo VI. Dia bersekolah di Srimanganti dan mengambil kursus tiga bahasa (Belanda, Inggris, dan Arab). 

Dia menyukai membaca dan belajar, terutama tentang sejarah, filsafat, ilmu jiwa, dan agama. Ki Ageng Suryomentaram diangkat menjadi pangeran dengan gelar BPH Suryomentaram saat dia berusia 18 tahun. Namun, pada tahun 1921, dia menanggalkan gelar pangeran dan mengadakan sarasehan selasa kliwonan di mana dia mengajarkan teori tentang "Kawruh Begja/Kawruh Jiwa" yang berarti karepe jiwa atau keinginan jiwa.

Adapun hal-hal yang mendasari Ki Ageng Suryomentaram mencetuskan teori Kawruh Jiwa yakni:

  • Karena merasa terikat dan tidak dapat menikmati kebebasan sebagai pangeran dari keluarga keraton, Ki Ageng Suryomentaram memilih untuk menjadi rakyat biasa sebagai petani. Ayahandanya tidak memperbolehkan beliau mengenal keadaan di luar keraton. Sementara itu, keinginan Ki Ageng Suryomentaram untuk bertemu dan berkomunikasi dengan orang-orang biasa semakin kuat setiap hari. Selain itu, dia sempat meminta Sultan Hamengku Buwono VII, ayahnya, untuk melakukan ibadah haji, tetapi dia tidak diizinkan. Seiring waktu, semangatnya untuk mendapatkan kebebasan semakin kuat. Dengan cara yang sama, upaya selanjutnya untuk naik haji juga mendapat tanggapan yang sama. Ki Ageng Suryomentaram meninggalkan keraton secara diam-diam karena tidak tahan hidup di dalamnya hingga kemudian,
  • Beliau mempelajari ilmu tentang manusia, bagaimana cara manusia mencapai kebahagiaan, untuk mengenali rasa diri sendiri juga harus bisa mengenali rasa orang lain, dan keinginan manusia yang bersifat abadi. Sebagaimana teori kawruh jiwa tercipta karena pengalaman masa lalunya serta ketertarikannya dalam mempelajari cara berinteraksi antar individu.

Selanjutnya, inti dari kajian teori kepribadian psikologi jawa menurut Ki Ageng Suryomentaram antara lain terbagi dalam tiga struktur kejiwaan yang hampir sama dengan teori psikoanalisa Freud:

Keinginan: bersifat abadi dan selalu ada (mirip dengan id dalam teori psikoanalisa Freud)

Komponen utama keinginan termasuk rasa senang dan susah, rasa sama, rasa damai, rasa tabah, rasa iri dan sombong, rasa khawatir dan penyesalan, dan rasa bebas.

Raos/Rasa Hidup: yang mendorong semua tindakan manusia untuk kelangsungan hidupnya sendiri dan orang lain (mirip superego dalam teori psikoanalisa Freud)

Ki Ageng Suryomentaram mengatakan bahwa rasa manusia terdiri dari rasa dirinya sendiri dan rasa orang lain. Mempelajari rasa berarti mempelajari manusia, sehingga mempelajari manusia berarti mempelajari diri sendiri. Orang memiliki rasa, yang dapat diringkas menjadi dua: rasa enak dan tidak enak. Dalam pergaulan, seseorang harus memahami rasa orang lain. Perselisihan akan muncul karena ketidakpahaman. Karena itu, untuk memahami rasa orang lain, Anda juga harus memahami rasa diri Anda yang menghalanginya.

Maksud dari rasa enak dan tidak enak ini adalah sama dengan kramadangsa yang dimana arti dari kramadangsa yakni penggambaran diri sendiri. Apa yang dirasakan oleh sendiri jika enak contohnya seperti ketika seseorang merasa ia tentram, ia bahagia dan ia tabah. Maka akan melahirkan sikap yang baik atau positif, sebaliknya jika manusia memiliki rasa tidak enak atau kramadangsa tadi, maka ia akan memiliki pikiran angkuh, iri hati dan sombong yang nantinya bisa membawa kerusakan pada dirinya sendiri. Apabila manusia tidak memiliki rasa bersalah/mati rasa maka ia dianggap manusia yang egois dan tidak memiliki jiwa yang positif. Karena dalam pergaulan sendiri, seseorang harus mengerti rasa dari orang lain. Ketidakpengertian akan menimbulkan rasa yang tidak enak dan akhirnya timbul sebuah perselisihan/konflik. Maka dari itu jika ingin mengerti rasa dari orang lain maka seseorang harus mengerti rasa diri yang menghalanginya untuk tidak egois dan positif terlebih dahulu.

Aku, Kramadangsa(?): melakukan perkembangan akal budi untuk mengendalikan keinginan (mirip ego dalam teori psikoanalisa Freud)

Akunya orang Jawa itu tidak pernah tunggal individual (bersifat mulur & mungkret). Dalam diri manusia ada dua aku, yakni aku tak tetap dan aku tetap. Aku tak tetap ini menghadirkan diri sesuai dengan keinginan-keinginannya. Aku tetap adalah aku universal, yang telah bebas dari catatan-catatannya sendiri bahkan bisa mengawasi diri sendiri. Maksud dari inti kajian ini adalah Pada dasarnya, manusia adalah makhluk yang penuh dengan keinginan dan keinginan, yang memiliki arti mengembang dan mengempis. Keinginan manusia merasa senang ketika mereka terpenuhi, tetapi ketika mereka tidak terpenuhi, mereka akan merasa kesulitan. Sebenarnya, kebahagiaan tidak tergantung pada waktu, tempat, atau keadaan jika seseorang dapat melepaskan diri dari kesulitan dan kesenangan. Itu berarti tidak terlalu terikat pada gagasan bahwa dia akan sedih atau senang di masa depan karena, sebagai manusia, dia menyadari bahwa kesusahan dan kesenangan selalu datang bersamaan. Oleh karena itu, keinginan-keinginan tersebut juga perlu diawasi atau dikendalikan dengan mawas diri (hati-hati).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun