"Molo hami na jolo ...." (Kalau kami zaman dahulu....)
Pace e Bene!
Siapa pun pasti pernah mendengar pernyataan yang membandingkan antara dirinya dengan orang lain. Atau siapa pun pasti pernah membandingkan dirinya dengan orang lain; prestasinya dengan orang lain; suka-dukanya dengan orang lain; masa sekarangnya dengan orang lain; dan masa lalunya dengan masa sekarang orang lain.
Sebagai makhluk yang mampu berefleksi dan berpikir atas hidup, rasanya hal ini sah-sah saja dan wajar. Ketika seseorang mampu berargumen tentang suatu hal, di situlah akan kelihatan bagaimana ia mampu mengoptimalkan rasionya dan menilai kehidupannya. Dari uraian kalimatnya, akan tampak juga sudah sedalam mana ia bersyukur atas hidup (pendek) yang diterimanya dari Tuhan.
Demikianlah dapat terjadi bahwa perbandingan itu mengerucut kepada masa kini vs masa lalu. Sadar tak sadar hal ini dapat terjadi di dalam diri setiap orang. Akan tetapi, syarat pertama adalah di antara dua atau lebih orang yang sedang membandingkan dan dibandingkan, ada pihak yang lebih tua. Ini normal. Malahan akan terasa aneh dan tidak masuk akal jika yang seusia saling membandingkan masa yang sama saat mereka bertumbuh dan berkembang.
Ungkapan Orang Toba: "Molo hami na jolo songon on, songon on" (Kalau kami zaman dahulu, seperti ini, seperti ini)
Kalimat di atas sudah sungguh familiar di telinga saya dan bisa jadi bagi orang Batak Toba lainnya. Molo hami na jolo...
Demikianlah seruan seseorang yang usianya sudah cukup tua atau setidaknya sudah cukup banyak makan garam dalam suatu hal. Dalam kalimat itu, terkandung berbagai jenis tafsiran dan makna.
1. Orang yang (lebih) tua merasa aneh dengan situasi kekinian yang jauh berbeda dari apa yang dialaminya di masa mudanya sekian tahun silam.
2. Orang yang (lebih) tua merasa kagum dengan perkembangan kekinian.