Pertama sekali, terima kasih untuk Tuhan yang mengajari orang-orang pintar memproduksi vaksin Covid 19 dalam kurun waktu relatif cepat. Kedua, terima kasih kepada jajaran pemerintah yang telah mengusahakan agar Indonesia kebagian vaksin.Â
Masih untuk pemerintah: terima kasih atas vaksin gratis yang dalam waktu dekat ini akan disuntikkan ke beberapa penduduk. Ketiga, terima kasih untuk mereka yang memberikan diri sebagai 'tempat' uji coba vaksin Covid dengan risiko yang di luar dugaan.Â
Atas pengurbanan mereka, para ilmuwan bisa meneliti kembali vaksin demi pemantapan dan keefektivan si vaksin, penjinak Covid 19.
Setelah lama menunggu dalam kekalutan, akhirnya umat manusia sedikit terhibur dengan status vaksin yang sudah bisa disuntikkan. Awan kelam yang mencekam peradaban umat manusia di abad XXI ini perlahan mulai bergeser dan terang harapan mulai terlihat di langit. Kerja keras dan usaha para peneliti di bidang medis akhirnya akan dapat diterima demi menangkal Covid 19.Â
Namun, kabar baik ini belum bisa menjadi kabar suka cita di kalangan seluruh umat manusia. Ada yang tak sabaran 'kebagian' vaksin gratis, tetapi ada pula yang masih takut-takut cemas.Â
Pernah yang ditakutkan adalah kehalalan dan nilai moral dari vaksin. Sekarang ini, yang ditakutkan adalah efek samping dari vaksin yang telah tengah viral dari media pewarta berita.
Dari sebuah media berita, saya sendiri membaca bahwa di Alaska, seorang nakes yang disuntik vaksin Covid Pfizer mengalami alergi setelah 10 menit menerima vaksin.Â
Timbul bintik-bintik merah dan sesak nafas. Sebelumnya, Inggris juga melakukan vaksinasi pertama. Setelah vaksinasi pertama itu, muncul laporan terhadap efek samping vaksin Covid 19. Sementara uji vaksin Sinovac di Bandung juga tidak lepas dari side-effect terhadap pasien.
Berita dan laporan di atas, bisa jadi memengaruhi kesiapan masyarakat Indonesia menerima vaksin Covid. Selain berita resmi, tentu masih ada cerita dari mulut ke mulut yang kita tahu bisa saja mendapat editan, bisa banyak bisa sedikit.
Lazimnya berita yang seperti ini jauh lebih kuat berdampak pada masyarakat daripada media berita yang aktual dan terpercaya. Maka, tak heran, sudah banyak orang yang justru menjadi tidak siap menyambut kedatangan vaksin Covid.Â
Padahal, sebelumnya sungguh banyak orang yang mendesak agar vaksin segera diproduksi dan dibagi. Terjadi pembalikan semangat.
Bagi saya sendiri, butuh kecermatan mengolah data. Ada berita yang sungguh akuntabel, tak diragukan kebenarannya. Namun, ada berita yang perlu dikorek kebenarannya sampai berkali-kali.Â
Perlu dicermati, apakah muatan berita itu sungguh aktual, atau hanya sekadar hoaks. Untuk itu, perlu dibandingkan dengan berita yang dimuat oleh medianya. Semakin terpercaya medianya semakin akurat berita yang dimuat.Â
Maka, walau terkesan egois, saya selalu mencermati berita yang lagi viral dalam beberapa media yang sudah terbukti akuntabilitasnya. Termasuklah berita tentang vaksin Covid 19.
Sempat juga saya sedikit takut dengan vaksin Covid 19 yang sedang akan disuntikkan kepada masyarakat Indonesia. Alasan utama ketakutan itu adalah apakah vaksin itu bisa diterima oleh tubuh saya tanpa ada efek samping yang jauh lebih mengerikan. Mengapa pikiran saya sampai sejauh ini? Sederhananya, begini.
Katanya, susu murni dari beruang sungguh amat baik untuk kesehatan. Banyak orang yang sungguh berterima karena setelah mengonsumsi itu, ia tidak merasa apa-apa, malahan makin segar-bugar.Â
Sementara bagi saya berbeda. Belum pernah saya 'aman' meminum susu murni beruang. Selekas saya minum, perut saya kembung dan mual, kepala saya rasanya berat, dan saya justru jadi lemas.Â
Atau minuman jahe yang lagi viral untuk menangkal Covid 19. Ada yang aman meminumnya karena membuat badannya segar-bugar dan fit. Maka, dengan sangat percaya diri, ia bisa minum sampai 3 gelas sehari. Luar biasa.Â
Tapi, bagi saya berbeda. Entah mengapa, sekitar 10 menit setelah minum minuman jahe, perut saya pedih dan badan saya menjadi panas (bukan suhu, tetapi rasa).Â
Maka, tak pernah saya bisa nyaman mengonsumsi minuman jahe. Sekalipun demikian, saya tak pernah mencap bahwa baik susu murni beruang dan minuman jahe tidak baik untuk kesehatan. Tak baik generalisasi. Bagi saya kurang efektif dan bersaudara, tetapi bagi yang lain susu murni dan minuman jahe justru menjadi obat kesehatan.
Kiranya sudah sedikit jelas inti yang mau saya sampaikan. Masih misteri apakah vaksin yang akan diterima itu 'bersahabat'kah dengan orang yang menerimanya atau tidak.Â
Pertama, sudah barang pasti, bahwa sel-sel masing-masing orang akan memberikan respon terhadap apa saja yang masuk ke dalam tubuh, baik itu makanan, minuman, obat-obatan, dan bakteri/virus.Â
Untuk itu, berpikirlah secara cermat dan positif, bahwa hal ini pun akan berlaku bagi vaksin Covid 19. Tubuh tentu akan memberikan respon terhadap vaksin Covid 19. Sekarang tergantung pada imunitas tubuh masing-masing apakah sanggup atau tidak mengolah vaksin itu.
Kedua, sejauh yang saya ikuti dalam berita, efek samping dari vaksinasi masih ringan. Maka, sebagai jaga-jaga, katanya setelah vaksinasi, penerima wajib menunggu sekitar 15 menit melihat reaksi vaksin. Kita perlu mencermati ini agar tidak lupa dengan pesan dari Bapak Jokowi.Â
Bersama kita di lini depan, Bapak Jokowi akan menerima vaksin itu pertama sekali. Beliau menjadi gembala di depan yang menuntun domba-dombanya mencari yang terbaik bagi kebersamaan.Â
Memang, belum ada jaminan keamanan dari vaksin. Hanya, bapak Jokowi mau menjaga optimisme rakyat Indonesia untuk sembuh dengan kehadiran vaksin dengan menjadi orang pertama yang disuntikkan vaksin.
Pernyataan Bapak Jokowi agar menunggu reaksi vaksin juga menjadi tanda kepedulian dan usaha negara mengantisipasi apa yang akan terjadi. Tim medis sudah siap untuk memberikan pengobatan berikutnya.
Saya semakin yakin untuk menerima vaksin itu di tubuh saya ini. Meski masih ada perasaan was-was, saya sudah lebih siap dengan side-effect. Yang penting percaya kepada presiden dan nakes yang sudah siap sedia (tentu didasarkan oleh doa dan keyakinan masing-masing).Â
Saya masih menunggu kedatangan vaksin itu ke tubuh. Setelah saya cek di pedulilindungi.id, ternyata saya belum menerima vaksin gelombang pertama.Â
Akan tetapi, Pak Jokowi sudah mengingatkan saya bahwa, sembari menunggu giliran, saya mesti tetap pegang ketat protokol kesehatan. Tetap cermat dengan situasi, bahwa belum ada jaminan bahwa Covid 19 sudah bisa dijinakkan. Lebih tepat lagi adalah sikap bijak mematuhi aturan main melawan Covid.Â
Selamat datang vaksin Covid 19 dan good bye Covid 19.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H