Menunggu merupakan suatu kegiatan yang sangat membosankan. Apalagi, ketika kita diminta untuk menunggu dalam waktu yang cukup lama. Kadang, ada keputusasaan ketika yang ditunggu tak kunjung datang. Terlebih lagi, yang kita tunggu adalah orang atau benda atau kesempatan yang amat berharga dan penting. Bisa-bisa, karena saking bosan menunggu, akhirnya harapan pupus dan kandas.
Sudah sejak lama, bangsa Israel berada dalam proses penantian, penantian akan seorang Mesias. Mereka menggantungkan harapan pada Yahweh ketika berada di padang gurun hingga tanah pembuangan di Babilonia. Para nabi menyerukan bahwa akan tiba saatnya dari tengah-tengah Israel akan lahir seorang Mesias. Siapa? Yesaya menyebutnya sebagai "Immanuel", artinya Allah yang menyertai. Dan nubuat ini kelak akan terpenuhi dalam diri Yesus Kristus, Putra Allah yang dikandung dan dilahirkan Maria; Ia yang diperanakkan Yusuf (Mat 1:18-25).
Memahami Allah dari Thomas Aquinas: Transenden + Imanen
Seorang filsuf dan teolog Gereja, Thomas Aquinas menyebutkan bahwa Allah itu sekaligus transenden (trans+sedere=berada di seberang) dan sekaligus imanen (im+manere=tinggal di dalam). Allah yang transenden adalah Allah yang berada di luar jangkauan manusia, tidak dapat diraba atau disentuh. Allah sungguh berbeda dari manusia dan segala ciptaan-Nya. Bagi Thomas, inilah sifat keilahian Allah, tak ada duanya. Ini pun telah ditulislan Yesaya dalam kitabnya, "Dengan siapa hendak kamu samakan Allah, dan apa yang dapat kamu anggap serupa dengan Dia?" (40:18).
Itu satu pandangan Thomas. Selain transenden, Allah memiliki sifat imanen. Jika Allah transenden saja, kita dapat mengerti bahwa Ia akan selalu lepas dari dunia ini dan tak dapat dimengerti dan dikenal. Allah tidak memisahkan diri secara total dari dunia. Transendensi Allah diimbangi dengan imanensi-Nya.Â
Oleh karena salah satu cara, Allah sungguh bisa dimengerti. Ia dekat dengan dunia, bisa dirasakan karena Ia sendiri "tinggal di dalam" ciptaan-Nya sendiri. Keadaan ini dirumuskan sebagai panenteisme, yakni Allah hadir dan berada dalam segala-galanya. Tapi, bukan menjadi segala-galanya adalah Tuhan (panteisme). Di sinilah bukti bahwa Allah itu imanen. "Di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, dan kita ada" (Kis 17:28).
Imanensi, Inkarnasi, dan Immanuel
Imanensi Allah sungguh terbukti sejak dari sejarah kehidupan bangsa Israel. Ia selalu menuntun bangsa pilihan-Nya melewati jurang kehidupan. Ia hadir dalam peristiwa alam. Ia hadir lewat sabda-Nya kepada para nabi. Ia memberikan kemenangan atas perang melawan musuh. Allah menunjukkan kesetiaan-Nya, sekalipun bangsa pilihan-Nya selalu mencari tuhan lain yang tidak mau menghukum kalau mereka berdosa. Bahkan, Allah sendiri menjanjikan seorang penolong, yakni Putera-Nya sendiri agar semakin nyatalah kehadiran-Nya di dunia.
Jean Gallot berkata, "He is concretely God's presence on earth". Kehadiran Allah dimengerti lewat inkarnasi (in+caro=menjadi daging/manusia). Allah menyuruh Putera-Nya Yesus Kristus, mengalami kehidupan manusia, agar orang semakin memahami dinamisme kehadiran Allah dalam diri Yesus. .Â
 Dengan inkarnasi, Yesus Kristus mengalami kenosis (pengosongan diri); meninggalkan takhta-Nya bersama Allah di surga, menjadi manusia, mengalami kehidupan persis seperti manusia (minus dosa apa pun), dan pada akhirnya kembali kepada Allah Bapa di surga. Yesus Kristus taat kepada perintah Bapa. Satu alasannya, yakni supaya manusia diperdamaikan dan kembali bersatu dengan Allah. Yesus hadir di seluruh bumi serta menyentuh semua ciptaan.Â
Nubuat Yesaya tentang datangnya seorang Immanuel dalam Perjanjian Lama, terwujud dalam Yesus Kristus. Ialah Immanuel yang diwartakan oleh penginjil Matius (1:23). Kelahiran Yesus sungguh campur tangan Allah lewat Roh Kudus. Peran Maria dan Yusuf dalam kelahiran Yesus tidak lepas dari rencana Allah, sebab Ia yang menentukan sendiri. Malaikat berkata kepada Yusuf dalam mimpinya atas nama Allah, "Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Immanuel". Mengapa Yusuf? Sebab ia memiliki keraguan untuk memperisteri Maria yang mengandung sebelum menikah dengan Yusuf. Tapi, Allah meyakinkan Yusuf, bahwa itu semua adalah bagian dari rencana Allah.