Mohon tunggu...
Rafael Con
Rafael Con Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah kunci kebahagiaan seseorang.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Selera Seorang Pria Biasa

19 November 2024   20:26 Diperbarui: 19 November 2024   21:38 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Hidup dari uang orang tua, yang harus cukup dan masih bisa ditabung. Melupakan gengsi, mengutamakan fungsi, demi mimpi yang diangakan.

Makan, menjadi sebuah kebutuhan primer manusia. Dengan makan anda tentu memiliki energi untuk beraktivitas. Namun terkadang makan menjadi salah satu cara menaikkan status sosial. Dengan menyantap hidangan di tempat yang lebih elit atau tempat yang sedang bergengsi. Bagi saya makan yang saya suka dan yang sebanding dengan harganya.

Setiap orang diberikan opsi, seperti kedai-kedai ini. Membuat hidangan yang relatif murah, dan kurang sebanding dengan modal. Mengambil keuntungan yang begitu tipis, namun mengerahkan kualitas yang baik. Terutama mereka, yang menerima anda, saat anda KERE.

Warung-warung ini tersebar hampir disetiap eplosok tempat. Entah di pinggir jalan, di gerobak, di tenda. Warung kecil ini, menjadi alternatif terbaik untuk berhemat. Bahkan di tempat megah seperti mall, ada kantin karyawan, yang menjual hidangan yang lebih murah. Beberapa kali juga menjadi sorotan para pembuat konten.

Warung terkesan, untuk kaum menengah ke bawah. Tapi hanya warung penyelamat akhir bulan. Ketika setoran dari pusat belum sampai dan dompet tersisa Rp 10.000 . Warung menyelamatkan dengan sepiring nasi, telur, dan kuah sayur, serta sambal. Bahkan mendapat teh manis gratis.

Jika mereka ditanya "Apa ga rugi jualan begini?" Tentu mereka akan menjawab "Tidak" karena yang mereka cari bukan materi, tapi kesetiaan hati. Membuat pelanggan nyaman, sehingga akan terus kembali. 

Inilah warung, sederhana seperti rumah. Maka disebut rumah makan ketika makan disana, seperti makan, makanan yang ada di rumah. Memberi suasana nostalgia, sampai mendambakan rumah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun