Mohon tunggu...
Tia Mariatul Kibtia
Tia Mariatul Kibtia Mohon Tunggu... -

Master degree Indonesia University, Politic and International Relation of the Middle East.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi

Jangan Bodoh dan Miskin

6 November 2013   08:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:32 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kembalikan Anakku...

Pagi ini kembali air mataku menangis. Seorang santri di Yayasan keluargaku bernama Zahra yang pergi bekerja ke Saudi Arabia mengalami nasib miris. Selain gajinya tidak dibayar selama dua tahun oleh sang majikan, ia juga beroleh seorang anak. Zahra tak bercerita apakah dia diperkosa oleh sang majikan atau tidak. Begitulah orang kampung, kerap tak mau bercerita dengan alasan aib. Kemudian sang majikan menikahkan Zahra dengan seorang supir. Karena merasa tak berbuat, habis pernikahan, supir tersebut pergi entah kemana. Zahra memutuskan kabur dari sang majikan untuk mengakhiri penderitaan.

Dalam perjalanan kaburnya, ia  bertemu dengan orang yang dipanggilnya Umi. Zahra ditolong oleh Umi untuk membesarkan kandungannya hingga melahirkan seorang anak perempuan. Namun penderitaan Zahra tak berakhir sampai di situ, rupanya orang yang dipanggilnya "Umi" itu tak lebih kejam dari sang majikan. Ia melarang Zahra membawa pulang serta putrinya yang diberi nama Alya ke Indonesia. Sudah dua kali pulang ke tanah air, Alya tidak diperbolehkan ikut ke Indonesia. Umi yang sehari-hari berjualan di Saudi bahkan meminta Alya memanggil ibunya sendiri dengan panggilan "bibi".

Gaji Zahra pun yang bekerja sebagai pembantu pulang pergi (PP) yang tinggal di satu kamar kontrakan sering diberikan ke Umi untuk membantu biaya putrinya itu. Namun hal itu tak menjadi beban untuk Zahra meski karena itulah ia tak bisa mengirim uang ke orangtuanya di kampung yang hidup dibawah garis kelayakan. Justru yang membuat sedih dan remuk redam hatinya adalah dirinya harus terpisah dari Alya. Walau bagaimanapun Alya adalah putrinya.

Kini usia Alya sudah lima tahun. Zahra kembali meminta Umi untuk mengizinkan pulang serta Alya ke Indonesia. Namun lagi-lagi Umi tak mengizinkan. Menurut Umi, Alya rencananya akan pulang bersama Umi ke Sukabumi, kampung halaman Umi dan Zahra hanya diperbolehkan menengok saja, tak bisa mengambilnya. Bahkan pintarnya Umi, Zahra berencana akan dijodohkan dengan keponakannya di Sukabumi. Kembali Zahra gigit jari. Hatinya menjerit saat ia kembali ke Indonesia hari ini lagi-lagi tidak bisa membawa pulang Alya. kini Zahra bingung, apa yang mesti dia lakukan untuk membawa putrinya kembali ke pelukan nya. Ibunya Zahra juga tak bisa berbuat banyak. Dia ingin sekali berjumpa dengan cucunya. Ia ingin mengasuh cucunya jika Zahra nanti kembali bekerja sepulangnya dari Saudi Arabia. Namun mereka bingung harus mengadu kemana.

Zahra santri lugu yang cantik itu sadar, hukum di manapun tak kan berpihak pada dirinya. Lapor ke polisi di Indonesia, dia tak yakin, apakah polisi kita mau menyelesaikan kasusnya dan menghadapi kelicikan orang yang dipanggilnya Umi itu. Entah berapa Zahra lagi yang akan mengalami nasib serupa. Ini terjadi karena miskin. Hukum Indonesia belum bisa berdiri tegak untuk orang-orang miskin. Hanya mengadu kepada Tuhan, jika mereka orang-orang miskin mengalami tragedi dan penderitaan dalam hidupnya.

Cerita ini adalah kisah nyata yang kami samarkan namanya. Kisah seorang TKW dari kampung yang tak jauh dari hiruk pikuk ibukota, Jakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun