Mohon tunggu...
Eva Rahma Fatika
Eva Rahma Fatika Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hanya sekedar hobi

Selanjutnya

Tutup

Financial

Mengenal Transaksi Terlarang dalam Perbankan Syariah: Menghindari Praktik yang Bertentangan dengan Hukum Islam

19 Desember 2024   11:08 Diperbarui: 19 Desember 2024   11:08 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Perbankan syariah merupakan lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip hukum Islam. Sistem ini mengutamakan keadilan, transparansi, dan keterbukaan, serta melarang berbagai praktik yang dapat merugikan salah satu pihak atau menimbulkan ketidakadilan. Salah satu ciri khas perbankan syariah adalah penerapan prinsip-prinsip transaksi yang halal dan bebas dari unsur yang dilarang dalam Islam, seperti riba, gharar, dan maysir. Dalam artikel ini, kita akan membahas jenis-jenis transaksi yang dilarang dalam perbankan syariah.

1. Riba (Bunga)

Riba adalah praktik pemberian tambahan yang diterima oleh pihak tertentu atas dasar pinjaman uang, baik itu berupa bunga atau imbalan lain yang bersifat tetap dan pasti. Dalam perbankan konvensional, riba sering kali diterapkan pada kredit dan pinjaman yang diberikan kepada nasabah, di mana nasabah wajib membayar bunga sesuai dengan perjanjian yang disepakati. 

Namun, dalam perbankan syariah, riba dilarang keras karena dianggap sebagai suatu bentuk eksploitasi terhadap pihak yang meminjamkan uang. Dalam pandangan Islam, riba dianggap sebagai bentuk ketidakadilan karena salah satu pihak mendapatkan keuntungan tanpa adanya pertukaran nilai yang sebanding. Oleh karena itu, transaksi yang mengandung riba, seperti pinjaman berbunga atau deposito berbunga, tidak dibenarkan dalam perbankan syariah.

Sebagai pengganti riba, perbankan syariah menggunakan konsep seperti murabahah, musyarakah, dan mudharabah, yang mengutamakan prinsip bagi hasil, bukan bunga.

2. Gharar (Ketidakpastian)

Gharar adalah transaksi yang mengandung ketidakpastian atau risiko yang berlebihan, di mana salah satu pihak tidak memiliki informasi yang jelas tentang objek atau hasil transaksi yang dilakukan. Gharar sering kali ditemukan dalam perdagangan yang melibatkan objek yang tidak jelas atau tidak pasti, seperti jual beli barang yang belum ada atau yang kondisinya tidak dapat dipastikan.

Dalam perbankan syariah, transaksi yang mengandung unsur gharar dilarang karena dapat menimbulkan ketidakadilan. Sebagai contoh, dalam kontrak asuransi atau jual beli berjangka yang tidak memiliki kepastian, nasabah atau bank dapat dirugikan karena tidak mengetahui secara pasti apa yang akan diterima. Oleh karena itu, setiap transaksi dalam perbankan syariah harus dilakukan dengan ketentuan yang jelas dan transparan, serta bebas dari unsur ketidakpastian yang merugikan salah satu pihak.

3. Maysir (Perjudian)

Maysir merujuk pada segala bentuk perjudian atau spekulasi yang melibatkan taruhan, di mana seseorang berharap mendapatkan keuntungan yang tidak berdasarkan pada kerja keras atau usaha yang sah. Dalam konteks perbankan syariah, transaksi yang mengandung unsur maysir dilarang, karena dapat menyebabkan ketidakpastian dan kerugian bagi salah satu pihak. 

Contoh transaksi yang mengandung unsur maysir adalah perdagangan derivatif atau produk keuangan yang mengandalkan spekulasi semata, seperti opsi atau futures, yang dapat mengarah pada ketidakpastian hasil. Perbankan syariah menekankan pada transaksi yang melibatkan objek yang jelas dan adanya kontribusi usaha dari semua pihak yang terlibat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun