Oleh: Syamsul Yakin dan Tiara Abdhie
(Dosen dan mahasiswa UIN Syarif Hidayatulah Jakarta)
Sebuah pidato dapat dikatakan baik apabila telah memiliki setidaknya satu diantara tiga tujuan pidato, yaitu informatif, persuasif, dan rekreatif. Tanpa adanya tujuan yang jelas, pidato tidak dapat menarik perhatian serta akan menghadirkan rasa bosan di benak pendengar.
Selain memiliki tujuan yang jelas, pidato juga harus menyelaraskan pendidikan, pekerjaan, lapisan sosial, dan berbagai hal lainnya yang bersangkutan dengan audiens. Sebagai contoh, topik pidato yang disampaikan di hadapan petani tentu berbeda dengan pidato yang disampaikan di hadapan nelayan. Maka dalam konteks ini, hal yang sangat penting untuk diperhatikan adalah pengetahuan terkait latar belakang audiens.
Jelas dan menarik juga menjadi penilaian dari pidato yang baik. Dengan pengucapan yang fasih, jelas, memiliki dinamika dan keindahan, serta mampu mengatur intonasi dan memainkan tempo, seseorang dapat menarik perhatian publik melalui pidatonya.
Terkait intonasi, setiap bagian dalam pidato tentunya memiliki intonasi yang berbeda-beda, sebagaimana intonasi isi berbeda dengan intonasi penutup. Untuk menciptakan intonasi yang baik, maka harus didukung oleh artikulasi dan volume suara yang jelas. Dengan demikian, hal-hal lain yang juga harus diperhatikan saat berpidato adalah intonasi, artikulasi, dan volume suara.
Informasi yang akurat, logis, terverifikasi dan terkonfirmasi juga menjadi syarat baiknya sebuah pidato. Tak jarang para pembicara mengutip ayat-ayat Al-Quran, Kata-kata buku inspiratif, maupun hasil survey para peneliti. Untuk dapat mengutip dari berbagai sumber tersebut, pembicara tentunya harus lebih dulu memperbanyak bacaan.
Berpedoman pada masyarakat Timur yang mengedepankan etika daripada ilmu dan retorika, indikator pidato yang baik juga dilihat pada penyampaian pidato yang harus disampaikan dengan akhlak dan sopan santun, baik melalui bahasa maupun penampilan.
Pidato yang baik juga dapat mengajak pendengar untuk ikut serta di dalam pembicaraan. Oleh karena itu, dikatakan bahwa pidato yang baik adalah pidato yang didalamnya terdapat atensi bagi pendengar. Untuk mewujudkannya, orator dapat melakukan dialog atau pembicaraan dua sisi dengan para pendengar.
Dalam mewujudkan pidato yang baik, orator juga dapat  menyertakan pengulangan atau redundansi dengan intonasi dan artikulasi yang jelas. Berbanding terbalik dengan redundansi di dalam tulisan yang dianggap tidak efektif, di dalam bahasa lisan redundansi menjadi hal yang sangat menarik.
Untuk membuat penutup pidato yang baik, diperlukan adanya closing statement yang menarik sehingga pendengar tidak mudah melupakan. Bentuk dari closing statement bisa berupa jawaban dari masalah yang dipaparkan di awal pidato, maupun kesimpulan dari isi pidato yang disampaikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H