Mohon tunggu...
Tia Amelia
Tia Amelia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Hallo saya Tia Amelia, merupakan salah satu mahasiswi jurusan Ilmu Pemerintahan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Saya mempunyai hobi yaitu merenung. Dari merenung banyak sekali hal-hal yang saya dapatkan, entah itu sebuah penafsiran maupun sebuah hikmah pembelajaran. Saat ini saya sedang marathon anime yang berjudul One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Pro Kontra Pengembalian Hak Memilih dan Dipilih bagi TNI-POLRI

26 Juni 2024   22:03 Diperbarui: 26 Juni 2024   22:03 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Selanjutnya jika ditinjau dari perspektif keadilan adanya pembatasan dalam hak memilih dan dipilih dalam TNI-POLRI ini dalam konteks keadilan dari John Rawls merupakan suatu bentuk adanya diskriminasi dari bangsanya sendiri terhadap anggota militer Indonesia. Hal ini dikarenakan jika dikaitkan dalam keadilan John Rawls yang menyatakan bahwa keadilan ialah suatu kebebasan yang mana memiliki artian bahwa tidak mungkin adanya keadilan bila tidak adanya sebuah kebebasan. Konsep keadilan John Rawls yang dikenal juga dengan fairness, terdapat prinsip persamaan di dalamnya. Dalam hal ini TNI-POLRI juga seharusnya memiliki persamaan dan kebebasan untuk berpartisipasi dalam pemilu.

Terkait dengan dikembalikannya hak TNI-POLRI dalam partisipasi pemilu tentu memberikan keadilan.  Hal ini didasarkan pada, yang pertama ialah adanya kemaksimalan dalam kebebasan serta persamaan, dengan diberikannya hak kembali berpartisipasi dalam pemilu membuat TNI-POLRI sebagai wujud dari kebebasan tersebut yang sesuai dengan asas negara Indonesia yang berdemokrasi. Kedua, anggota militer seperti TNI-POLRI juga sebagai bagian dari masyarakat Indonesia memiliki hak konstitusional. Dimana ketika mereka tidak mendapatkan hak memilih dan dipilih dalam pemilu, menceritakan bahwa negara termasuk dalam merampas hak dan mendiskriminasikan warga negaranya sendiri.

Pandangan Kontra Atau Menolak Pengembalian Hak Pemilih Dan Memilih Bagi TNI Dan Polri

Tidak diberikannya hak memilih dan dipilih bagi TNI dan Polri dalam pemilihan umum merupakan bagian dari upaya menjaga netralitas dan profesionalisme kedua institusi tersebut. Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keamanan dan pertahanan negara, TNI dan Polri haruslah tetap bebas dari pengaruh politik agar dapat menjalankan tugas mereka dengan obyektif dan tidak memihak. Netralitas ini memastikan bahwa TNI dan Polri tidak terlibat dalam konflik kepentingan yang dapat merusak integritas dan kepercayaan publik terhadap institusi keamanan negara. Dengan tidak terlibat dalam proses politik, TNI dan Polri juga dapat lebih fokus pada tugas utama mereka untuk melindungi dan melayani masyarakat tanpa bias atau tekanan politik.

Terlebih masuknya militer ke dalam politik sering kali menjadi pintu gerbang menuju pemerintahan yang otoriter. Di beberapa negara, keterlibatan militer dalam politik telah menyebabkan pengurangan hak-hak sipil dan politik masyarakat, termasuk pembatasan hak suara. Hal ini terjadi karena militer yang memegang kekuasaan cenderung mengendalikan proses politik untuk mempertahankan kekuasaan mereka, sering kali dengan cara yang tidak demokratis. Misalnya, pembatasan hak suara dan kebebasan berpendapat adalah langkah-langkah yang umum diambil oleh rezim-rezim otoriter untuk mengurangi oposisi dan mempertahankan kontrol mereka. Keterlibatan militer dalam politik tidak hanya sekadar mengubah dinamika kekuasaan menjadi otoriter, tetapi juga dapat menciptakan hubungan klientalisme dan patronase yang kompleks. Dalam konteks ini, dukungan politik diberikan sebagai imbalan untuk loyalitas dan layanan tertentu yang ditawarkan oleh pihak militer kepada elit politik atau penguasa. Hubungan ini sering kali ditandai oleh saling ketergantungan, di mana elit politik memanfaatkan kekuatan militer untuk menjaga stabilitas kekuasaan mereka, sementara militer mendapatkan perlindungan dan keuntungan lainnya dari pemerintah yang berkuasa.  Konsekuensi dari dinamika ini sangat merugikan, karena dapat memicu korupsi yang meluas dan penyalahgunaan kekuasaan secara sistematis. Korupsi menjadi hal yang 'lumrah' dilakukan karena keputusan-keputusan politik tidak lagi didasarkan pada kepentingan publik, melainkan pada upaya untuk mempertahankan aliansi kekuasaan yang saling menguntungkan antara militer dan elit politik.

Tentunya hal ini melemahkan institusi demokrasi yang seharusnya bertugas mengawasi dan mengontrol pemerintahan, sehingga fungsi check and balance yang vital dalam sistem demokrasi menjadi tidak efektif. Selain itu, praktik klientelisme dan patronase merusak prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas yang merupakan dasar dari pemerintahan yang baik (Faradillah, 2024). Ketika keputusan-keputusan politik dan kebijakan publik didasarkan pada hubungan personal dan keuntungan pribadi, maka integritas proses pemerintahan menjadi terancam. Rakyat kehilangan kepercayaan terhadap lembaga-lembaga publik, karena mereka melihat bahwa kekuasaan digunakan bukan untuk kepentingan umum, tetapi untuk mempertahankan kekuasaan dan memperkaya segelintir pihak. Akibatnya, legitimasi pemerintah berkurang, dan stabilitas politik jangka panjang menjadi semakin rapuh.

Di Indonesia, meskipun TNI dan Polri secara formal tidak diberikan hak untuk memilih dan dipilih, fenomena keterlibatan mantan anggota militer dalam politik tetap marak. Banyak mantan anggota TNI dan Polri yang memiliki jabatan politik dengan posisi strategis, seperti menjadi penjabat gubernur, menteri, dan berbagai posisi lainnya dalam pemerintahan. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun ada pembatasan formal, hubungan antara militer dan politik tetap kuat. Mantan anggota militer yang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan sering kali membawa kultur militeristik dan jaringan mereka ke dalam arena politik. Praktik-praktik militeristik ini dapat berdampak negatif pada kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan yang seharusnya lebih transparan dan akuntabel. Keputusan-keputusan yang diambil dapat lebih tertutup dan kurang melibatkan partisipasi publik sehingga mengurangi tingkat akuntabilitas pemerintah. Selain itu, budaya militer yang cenderung menekankan disiplin dan kepatuhan tanpa banyak ruang untuk debat dapat melemahkan proses pengambilan keputusan yang inklusif dan berbasis konsensus, serta esensial dalam pemerintahan demokratis.

Beragam kondisi tersebut penting untuk mengevaluasi dan menyesuaikan kebijakan terkait keterlibatan militer dalam politik untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia tetap terjaga. Hal ini termasuk meninjau kembali peraturan dan praktik yang memungkinkan mantan anggota militer untuk masuk ke posisi-posisi strategis tanpa ada proses transisi yang memadai ke dalam tata kelola sipil. Pemerintah perlu mengembangkan mekanisme yang memastikan bahwa para mantan anggota militer yang memasuki ranah politik dan pemerintahan sipil memahami dan berkomitmen untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi, termasuk transparansi, partisipasi publik, dan akuntabilitas. Lebih lanjut, pendidikan dan pelatihan yang berfokus pada nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia bagi anggota militer yang bertransisi ke posisi sipil dapat menjadi langkah penting dalam proses ini. Pelatihan ini dapat membantu mereka mengadaptasi gaya kepemimpinan dan pengambilan keputusan mereka agar lebih sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan pemerintahan yang demokratis. Selain itu, perlu juga ada pengawasan yang ketat dan mekanisme akuntabilitas yang efektif untuk memastikan bahwa mantan anggota militer yang berada di posisi strategis tidak menyalahgunakan kekuasaan mereka atau menerapkan praktik-praktik militeristik yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Tulisan ini menyajikan dua pandangan utama terkait pengembalian hak memilih dan dipilih bagi TNI dan POLRI di Indonesia, yaitu pandangan pro dan kontra dalam pemilihan umum di Indonesia. Pandangan pro berargumen bahwa pembatasan hak politik bagi anggota militer dan polisi bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), dengan contoh negara-negara demokratis seperti Amerika Serikat dan Kanada yang memberikan hak memilih kepada anggota militer dan polisi sebagai model yang ideal. Mereka menilai bahwa anggota TNI dan POLRI adalah warga negara yang seharusnya memiliki hak politik yang sama seperti warga lainnya.

Sebaliknya, pandangan kontra menekankan pentingnya menjaga netralitas dan profesionalisme TNI dan POLRI. Mereka khawatir keterlibatan militer dalam politik dapat mengarah pada pemerintahan otoriter, mengurangi hak-hak sipil dan politik masyarakat, serta menciptakan hubungan klientalisme dan patronase. Pembatasan ini dianggap perlu untuk mencegah konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dapat mengancam stabilitas nasional. Fenomena mantan anggota militer yang menduduki posisi strategis dalam pemerintahan, meskipun ada pembatasan formal, menunjukkan bahwa pengaruh militer dalam politik tetap kuat. Pembatasan hak pers atau media sering kali terkait dengan kontrol militer dalam pemerintahan, mengindikasikan adanya elemen otoritarianisme. Keputusan mengenai hak memilih dan dipilih bagi TNI dan POLRI harus mempertimbangkan keseimbangan antara hak individu dan kebutuhan akan stabilitas nasional, dengan pendekatan yang bijak dan kontekstual untuk menjaga prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, serta netralitas dan profesionalisme institusi keamanan negara.

Dengan mempertimbangkan kedua pandangan tersebut, tulisan ini menggarisbawahi pentingnya mengevaluasi kebijakan terkait hak politik bagi TNI dan POLRI dalam konteks dinamika politik dan keamanan nasional yang terus berkembang. Evaluasi ini harus dilakukan dengan cermat untuk memastikan bahwa upaya menjaga netralitas dan profesionalisme TNI dan POLRI tidak mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai warga negara, sekaligus mencegah potensi risiko terhadap stabilitas dan integritas demokrasi di Indonesia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun