Dari tafsir Ibnu Katsir disebutkan makna takwa dijelaskan oleh Thaiq bin Habib yang merupakan murid dari Ibnu Abbas, yaitu mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt. berdasarkan cahaya-Nya dengan mengharapkan pahala-Nya dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah berdasarkan cahaya-Nya karena takut kepada azab-Nya.
Oleh karena itu dari penjelasan arti takwa ini tersirat, bahwa takwa adalah sesuatu yang sifatnya aplikatif -melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya- bukan hanya sekadar jargon atau pemanis kata ketika beretorika. Dengan kata lain takwa adalah kembali ke pangkuan syariat Islam.
Namun sungguh disayangkan tatkala pemerintah justru tidak menghadirkan takwa dalam mengelola urusan rakyatnya. Hal ini terlihat dari kebijakan-kebijakan dalam menangani wabah Covid-19 yang sampai saat ini masih tinggi tingkat penyebarannya. Terlebih pada saat yang sama, pemerintah dengan tega menaikkan iuran BPJS. Sungguh kebijakan yang tidak populer di tengah kondisi rakyat sedang terjepit ekonominya, PHK terjadi dimana-mana, bisnis banyak yang gulung tikar, dan berbagai kondisi keterpurukan akibat wabah.
Bukankah pemimpin -dalam hal ini pemerintah- yang bertakwa tentu tidak akan membuat kebijakan yang menyakiti dan menyengsarakan rakyatnya? Semestinya mereka akan merasa takut, karena kelak urusan rakyat pun akan dipertanggungjawabkan di akhirat.
Rasul Saw bersabda :
"Pemimpin yang memimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia yang bertanggung jawab atas rakyatnya." (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ahmad)
Karakter pemimpin yang memelihara urusan rakyat selaras dengan makna takwa secara syariat. Penanganan wabah yang berpijak pada syariah dalam mengantisipasi penyebaran virus tersebut tergambar dalam hadis yang tertuang dalam kitab Shahih Muslim. Rasulullah bersabda, "Jika kalian mendengar tentang wabah-wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian meninggalkan tempat itu," (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim)
Jelas bahwa karantina wilayah atau bisa juga disebut lockdown, menjadi solusi di tengah wabah. Dalam masa ini seharusnya pemerintah hadir memenuhi kebutuhan pokok rakyat yang membutuhkan. Bagi rakyat yang sakit, disediakan rumah sakit beserta dokter, tenaga kesehatan, dipenuhi kebutuhan obat-obatannya dan berbagai fasilitas kesehatan lainnya. Sehingga tidak akan terjadi kekurangan APD, misal, sebagaimana kondisi saat ini.
Faktanya, saat ini tenaga kesehatan terlihat berjuang sendiri, menjadi garda terdepan melawan wabah. Padahal pemerintahlah yang seharusnya berperan menjadi garda terdepan melawan wabah ini dengan membuat kebijakan-kebijakan yang tepat sasaran, sehingga rakyat mampu keluar dari kemelut yang begitu menyesakkan dada.
Lebih dari itu dengan landasan takwa, semestinya pemerintah mengajak rakyat untuk taubatan nasuha (taubat yang sebenarnya) dari segala kemaksiatan yang dilakukan di negeri ini. Bukankah semua ujian ini bisa jadi merupakan teguran dari Allah Swt karena kita mencampakkan aturan-Nya? Maka sudah sepatutnya pemerintah dan rakyat kompak melakukan taubat nasional untuk bersungguh-sungguh kembali pada tatanan kehidupan sesuai petunjuk dan aturan Allah Swt. serta menerapkannya di setiap lini kehidupan.
Dengan demikian, takwa yang diserukan para pemimpin negeri ini bukan hanya sekadar retorika, melainkan menjadi sebuah solusi terutama di saat umat tertimpa wabah pandemi. Dengan kolaborasi dan sinergi yang baik antara rakyat dan pemerintah dalam mewujudkan ketakwaan yang hakiki, insya Allah wabah pandemi ini akan segera berakhir.