Sumpah Pemuda
Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
Kami Putra dan Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
Kami Putra dan Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia.
Masih relevankah isi Sumpah Pemuda tersebut di masa sekarang? Bagaimana mewujudkan Sumpah Pemuda tersebut di era teknologi informasi dan komunikasi? Bagaimanakah kaitan Sumpah Pemuda dengan pembangunan Indonesia melalui teknologi informasi dan komunikasi?Â
Saya yakin tiga pertanyaan tersebut sangat esensi untuk dipikirkan dan ditindaklanjuti demi cita-cita Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yakni menciptakan masyarakat yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Bulan ini (28 Oktober), bangsa kita akan merayakan kembali peringatan hari Sumpah Pemuda, yang ke-88. Komitmen yang mengatakan bahwa kita satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Tentu ikrar tersebut merupakan antitesa perjuangan primordial saat itu. Perjuangan primordial yang sudah cukup panjang perjalanannya dan dirasa tidak efektif untuk mengusir penjajah.Â
Kalangan terpelajar akhirnya pertama sekali membangunkan semangat nasional, yang kemudian hari dilandasi dengan rasa persatuan dan kesatuan. Inilah jalan baru yang dianggap akan mencapai cita-cita kemerdekaan bangsa. Tidak diduga bahwa 17 tahun kemudian setelah Sumpah Pemuda diikrarkan, Bangsa Indonesia akhirnya merebut kemerdekaannya 17 Agustus 1945, yang baru kita rayakan.Â
Tentu itulah tiga pondasi perjuangan bangsa kita pada era penjajahan, yang hasilnya bisa kita nikmati hingga saat ini. Membangun rasa kebangsaan (1908), membangun persatuan dan kesatuan (1928), serta titik kulminasi perjuangan (1945).Â
Dengan demikian, saat ini pun kita harus tahu betul bahwa kita berjuang untuk apa? Tentunya berjuang untuk membangun negeri dengan tetap mempertahankan ketiga pondasi tersebut. Rasa kebangsaan, persatuan dan kesatuan dan kemerdekaan untuk berkarya.Â