Anda melihat sesuatu dan bertanya: “Mengapa?” Tetapi saya memimpikan sesuatu yang tidak pernah terjadi dan berkata: “Mengapa tidak?” – George Bernard Shaw
Penggalan kalimat kedua itu sangat menarik untuk dibahas.
…… Tetapi saya memimpikan sesuatu yang tidak pernah terjadi dan berkata: “Mengapa tidak?”
Sebenarnya itulah spirit of dream.“Mengapa tidak?” dua kata yang dapat mengguncang, karena dengan kedua kata tersebut jelas bahwa seseorang memiliki keyakinan, harapan dan meyakini adanya peluang di depan. Benar, tanpa ada keyakinan maka sia-sialah mimpi. Tetapi dengan keyakinan, seseorang akan semangat untuk action, akhirnya mimpi menjadi nyata.
Sebagai manusia yang diciptakan sempurna, seseorang itu diberikan pikiran dan kemampuan bermajinasi. Bagi yang mau maju kemampuan itu akan dimanfaatkannya, termasuk dalam merancang impian.
Dari kecil hingga sekarang, saya senang bermimpi. Berbagai impian telah bersarang dibenak. Ada yang sudah berhasil dicapai, kalau sudah tercapai bahagianya luar biasa. Adakalanya juga mimpi belum tercapai, saya yakin ini adalah bagian dari proses pembentukan diri dan karakter. Tapi ternyata ada mimpi-mimpiku yang tidak tercapai. Jangan berputus asa. Bagi saya kalau tidak tercapai tentu ada alasannya, mungkin belum sungguh-sungguh mengerjakannya atau itu bukan hak, rejeki atau apalah namanya. Tetapi dibalik itu ada pelajaran yang sungguh indah, yang akan mengajari saya bahwa manusia itu tidak ada yang sempurna, hanya Tuhanlah yang sempurna.
Dari beberapa mimpi, yang masih segar dalam ingatan saya, bermimpi menjadi pembicara publik untuk pengembangan diri dan literasi. Ini merupakan mimpi yang kuat untuk saya raih. Sejak kuliah, saya telah memimpikan hal itu. Bahkan saya merantau ke Jakarta 2002 pun tidak terlepas dari mimpi tersebut. Keyakinan saya bahwa Jakarta adalah tempat yang tepat untuk memberi peluang belajar dan mengembangkan diri lebih besar menjadi seorang pembicara publik.
Sesudah di Jakarta saya rajin mengikuti seminar dan pelatihan untuk menambah ilmu dan wawasan. Mulai dari pelatihan Tung Desem Waringin, Luhut Sagala, Sabaruddin Napitupulu, Andrias Harefa, Rhenald Kasali, Merry Riana, dan masih banyak lagi. Bahkan saya pernah berdiskusi cukup panjang dengan Guru Ethos Indonesia, Jansen Sinamo, tentang strategi sukses menjadi pembicara publik. Satu tips menarik yang pernah disampaikannya, “Selalu lakukan ATM, Ambil, Tiru dan Modifikasi. Lama kelamaan kamu akan terlatih.” Dalam berbagai aktifitas hal ini mulai saya terapkan.
Setelah mulai melakoninya, ternyata tidak semudah membalikkan telapak tangan. Apa yang dipikiranku, tidak semua bisa saya diwujudkan. Hingga saat ini mimpiku belum menjadi kenyataan. Belum menjadi pembicara publik yang profesional. Masih harus banyak belajar dan berlatih.
Kaetika membaca buku Malcom Gladwell, Outliers, tenyata saya disadarkan bahwa butuh 10.000 jam untuk menjadi ahli. Sementara saya? Belum ada apa-apanya. Ini salah satu yang menyemangatiku kembali untuk tetap berlatih.