Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Fiksi Kuliner] Nasi Goreng Air Mata

6 Juni 2016   13:25 Diperbarui: 6 Juni 2016   18:59 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasi goreng air mata (dokpri)

Buru-buru saya beranjak dari rumah, takut terlambat. Ini kesempatan langka bisa makan di restonya Hotel Pomelotel coi….! Apalagi makannya gratisan hehehehe…… Begitulah yang ada dalam pikiranku.

Pagi itu kami bersama rekan-rekan kompasianer ada di Resto Pomelotel untuk menikmati menu baru yang akan di launching. Sebelum disajikan ke publik, Kompasianer menjadi orang pertama yang menikmati kuliner ala nusantara tersebut. Rasanya, ini sebuah kehormatan loh…. Makanya rajin-rajinlah menulis di Kompasiana ya sodara-sodara.

****

Baru kali itu saya menikmati nasi goreng yang luar biasa pedas. Berbeda dengan rasa nasi goreng lainnya, yang pernah saya nikmati. Nama nasi gorengnya adalah ‘Nasi Goreng Air Mata’, salah satu menu yang akan di launching waktu itu. 

Kata chefnya sih, nama itu terinspirasi dari suasana setelah memakan nasi goreng tersebut. Banyak orang yang kepedasan hingga menitiskan air mata. Jadilah namanya ‘Nasi Goreng Air Mata’.

Ketika dapat kesempatan untuk merasakan kuliner baru yang pedas  itu, antara percaya dan tidak. Soalnya saya termasuk penggila pedas, jadi kurang yakin kalau ada nasi goreng yang mampu membuatku kepedasan.

Waktu yang kami tunggu-tunggu pun tiba. Kami dipersilahkan untuk menyantap makan siang. Kami mulai antri di meja hidangan. Ada rasa penasaran, dan tentunya tidak lama lagi pasti akan saya cicipi kuliner yang dibangga-banggakan sang chef.

Setelah mengambil sepiring nasi dari meja hidangan yang ada di pojok ruangan, saya kembali duduk di meja yang sedari tadi saya tempati. Tak sabar, saya menikmati sendok pertama. Secara spontan saya mengeluarkan kata-kata yang sudah lazim kita dengar di televisi.

“Mak Nyus…..” Sambil menirukan gaya pakar kuliner, Bondan Winarno, mengangkat tangan setengah badan, mempertemukan jari  ibu jari dan telunjuk serta membiarkan jari tengah, jari manis dan jari kelingking mengacung ke atas.

“Betul juga kata chefnya ya!” Kataku ke teman di sebelahku, seolah meminta pendapat dari dia juga.

Dia hanya bilang “Hmmmmm….” Karena dia sedang melahap makanannya juga ternyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun