Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bertanya Aja Malu, Kapan Majunya?

12 Januari 2016   14:47 Diperbarui: 2 Februari 2016   09:24 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sebagai seorang guru, adalah kebahagian tersendiri bagi saya jikalau siswa-siswi saya rajin bertanya. Disamping karena senang melihat keberanian mereka, ternyata dapat mengukur sejauh mana pemahaman mereka. Bahkan bagi saya, tingginya minat bertanya dari siswa-siswi adalah tantangan bagi saya untuk selalu membenahi diri serta mengembangkan pengetahuan, sehingga bisa menjawab berbagai pertanyaan yang ada.

Tapi kenyataannya berbeda dengan harapan saya. Banyak siswa-siswi yang sungkan untuk bertanya. Dari pengamatan pribadi, semakin tinggi pendidikan seorang anak, ternyata tidak serta merta mereka akhirnya rajin bertanya. Malahan, masa kecil mereka adalah masa yang sangat produktif untuk bertanya. Masa-masa anak ingin mengetahui hal lebih banyak lagi.

Kenapa ya? Mungkinkah telah terbentuk stigma anak bodoh, jikalau seorang siswa-siswi rajin bertanya? Mungkinkah kreatifitas bertanya mereka terpenjara oleh ulah orang dewasa, baik orang tua atau guru? Atau mungkinkah dari ketidakpahaman atau malasnya untuk bertanya?

Terlepas dari penyebab rendahnya budaya bertanya dari seorang siswa-siswi di sekolah, perlu kita sepakati bersama, bahwa malu bertanya adalah budaya yang memenjarakan seseorang untuk maju. Karena malu bertanya, banyak informasi dan pengetahuan yang tidak tersingkap. Bukankah dengan bertanya semakin banyak yang kita tahu? Bukankah dengan bertanya daya kritis kita semakin tajam?

Saya sering menggunakan ungkapan ini ke siswa-siswi saya, “Malu bertanya, sesat di jalan”. Kenyataannya demikian, banyak orang yang tidak bertanya, akhirnya kebablasan. Tidak sedikit pula orang yang tidak bertanya, akhirnya mutar-mutar di tempat. Kemudian ada orang yang tidak bertanya, pada akhirnya tidak sampai pada tujuan atau bahkan tidak tahu arah. Padahal dengan bertanya di jalanan, orang akan lebih cepat dan tepat nyampainya. Dengan bertanya lebih hemat dari segi waktu. Dan lain sebagainya.

Peran saya sebagai guru, salah satunya mendorong dan menginspirasi mereka untuk lebih membiasakan diri untuk bertanya. Baik melalui stimulus, memberi dorongan atau memberikan contoh pada mereka. Disamping itu menanamkan kesadaran bahwa dengan bertanya wawasan akan semakin luas. Bertanya akan melatih mereka berpikir kritis. Bahkan bertanya itupun adalah bagian dari aktulisasi diri. Bagi yang kesulitan untuk bertanya selalu mendorong juga untuk memanfaaatkan jurus 5W dan 1H sebagai senjata pamungkas.

Saatnya bangsa kita membangun kesadaran generasi terkini untuk “Mau Bertanya Nggak Sesat di Jalan” (baca: generasi bertanya), dimanapun, kapanpun dan tentang apapun. Sehingga terlahir generasi yang kritis, analitis, skeptis dan terbuka. Demi negara yang semakin maju dan sejahtera. Jangan sampai orang bilang, “Bertanya aja Malu, Kapan Majunya?

***

Berbicara tentang bertanya, ternyata Bank Negara Indonesia (BNI) juga memiliki khas tersendiri untuk mengakomodasi pertanyaan. BNI telah menyediakan fitur di TWITTER dengan hashtag #AskBNI, yang memungkinkan kamu mendapatkan informasi lengkap.

Adapun Cara menggunakan BNI Twitter #Hashtag : #AskBNI adalah

1. Follow Twitter @BNI46

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun