Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Inspirator Vs Provokator

11 Juli 2020   15:52 Diperbarui: 11 Juli 2020   15:52 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di sebuah kantor, mungkin kita pernah menemukan dua tipikal ini. Pertama, orang yang senang menginspirasi, sehingga teman-temannya dapat termotivasi. Sementara orang yang kedua, orang yang senang memprovokasi yang mengakibatkan rekan kerjanya mengalami demotivasi. Setiap kebijakan kantor ataupun keputusan bersama, akan selalu ditanggapi berbeda oleh kedua tipikal tersebut.

Orang yang memiliki tipikal inspirator, akan segera menyikapi setiap kebijakan atau keputusan bersama dengan kacamata yang positif. Kemudian mulai memikirkan dan mengimplementasikannya dengan cara yang kreatif dan inovatif.  

Orang tipikal ini pun tidak akan pelit untuk membagikan ilmu dan pengalamannya kepada rekan kerjanya di kantor. Sangat bisa diandalkan untuk tempat bertanya serta menambah ilmu pengetahuan.

Sangat berbeda dengan tipikal orang yang kedua. Biasanya orang yang kedua ini, setelah menerima informasi atau mendapatkan sosialisasi tentang kebijakan baru atau hasil keputusan bersama tadi, tidak jarang tipikal orang seperti ini akan segera mencari celah untuk mengritik dan menjelek-jelekkan pimpinan atau tempat bekerjanya. 

Kemudian tidak segan-segan pula untuk memprovokasi rekan-rekan kerjanya, agar menolak kebijakan dan keputusan bersama. Kalau disuruh mengerjakan pekerjaannya, akan selalu berdalih dan bersungut-sungut. Kalaupun mengerjakan tugasnya, maka dia akan mengerjakannya dengan seadanya saja.

Sesungguhnya, apakah yang memengaruhi perbedaan cara pandang kedua tipikal orang tersebut terhadap pekerjaannya? Betul sekali. Prinsip atau nilai yang dianutnya. Begitu pula dengan etos kerja yang melekat dalam dirinya. Apakah pekerjaan itu? Mengapa harus bekerja? Bagaimana harus bekerja? 

Semua jawabannya tentu tergantung prinsip, nilai dan etos kerja  yang dianut orang tersebut. Kalau dirinya memiliki prinsip, nilai dan etos kerja yang baik, maka pandangannya terhadap pekerjaannya akan positif. Sebaliknya kalau prinsip, nilai dan etos kerjanya jelek, maka pekerjaannya akan negatif.

Memang kalau bicara tentang akar masalahnya, bisa saja tipikal orang yang kedua ini memiliki cara pandang yang keliru karena masalah pribadi, atau barangkali merasa tidak puas terhadap gaji, fasilitas atau karir yang didapatnya di kantor tempatnya bekerja. Tetapi sesungguhnya, kalau itu yang menjadi pokok permasalahannya, justru itu menunjukkan ketidakdewasaan dalam bekerja. 

Mengapa? Karena kalau mengorbankan prinsip, nilai, dan etos kerja karena ketidakpuasan, sebenarnya orang tersebut sedang menurunkan kualitas diri dan merusak identitasnya. Kalaupun memang ada masalah seperti itu, sesungguhnya bukan kualitas kinerja yang diturunkan. 

Sebaliknya kulitas kinerja harus ditingkatkan, karena itu akan menjadi keunggulan seseorang. Bahkan dimanapun seseorang berada, kualitas kinerja adalah daya jualnya.

Saya jadi teringat dengan isi sebuah buku yang pernah saya baca, yakni yang mengulas tentang alasan seharusnya dalam bekerja. Buku yang saya maksudkan adalah "8 Etos Kerja Profesional", yaitu buku yang ditulis oleh Jansen Sinamo. Kira-kira demikian bunyinya. 

Kerja adalah rahmat, untuk itu aku bekerja tulus penuh syukur. Kerja adalah amanah, untuk itu aku bekerja benar penuh tanggung jawab. Kerja adalah panggilan, untuk itu aku bekerja tuntas penuh integritas. Kerja adalah aktuliasi diri, untuk itu aku bekerja keras penuh semangat. Kerja adalah ibadah, untuk itu aku bekerja serius penuh kecintaan. Kerja adalah seni, untuk itu aku bekerja cerdas penuh kreativitas. Kerja adalah kehormatan, untuk itu aku bekerja tekun penuh keunggulan. Kerja adalah pelayanan, untuk itu aku bekerja sempurna penuh kerendahan hati.

Sebagai seorang yang bekerja, sesungguhnya saya sangat beruntung bertemu dengan buku ini. Buku ini telah membuka cara pandang saya dalam bekerja. Bekerja bukan lagi semata-mata berbicara tentang gaji, fasilitas dan karir, yang walaupun setiap pekerja sejatinya ingin mendapatkan hal itu. Itu memang hak pekerja. Tetapi, sekali lagi, jangan membiarkan kualitas diri menurun dan identitas diri rusak hanya karena gaji, fasilitas atau karir yang tidak memuaskan.

Untuk itu, bagi yang sudah sempat memaknai pekerjaan dengan keliru, ada baiknya kembali merenungkan hakikat bekerja. Jangan kesalahan itu justru memperpanjang antrian orang-orang yang mudah terpengaruh oleh provokasi di kantor atau malah menjadi provokatornya. 

Marilah kita jadikan bekerja itu sebagai rahmat, amanah, panggilan. aktualisasi, ibadah, seni, kehormatan dan pelayanan. Sehingga apa yang kita kerjakan dapat bermakna bagi diri sendiri, orang di sekitar, serta kantor tempat bekerja. Akhir kata selamat bekerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun