Sehari sebelum diperingatinya Hari Ibu (21/11/2018), akhirnya dokter mengizinkan ibuku pulang dari Rumah Sakit (RS). Â Itu pun setelah delapan hari terbaring dan merasakan tetes demi tetes cairan infus masuk ke tubuhnya. Sampai-sampai momen spesial beliau, ulang tahunnya yang ke-70, harus disyukuri di RS tersebut. Belum lagi beberapa momen perayaan natal yang harus terlewatkan.
Menjelang usianya ke-70, ibuku memang semakin sering saja merasakan sakit di beberapa bagian tubuhnya. Terkadang harus sampai menjalani opname. Tahun ini saja, ibuku sudah dua kali mendapatkan perawatan opname di RS. Untung saja tidak begitu jauh dari rumah, jadi mudah menjangkaunya. Untuk pertama kalinya, tepatnya di bulan Oktober lalu. Waktu itu ibuku bahkan harus mendapatkan perawatan opname selama sepuluh hari. Sementara untuk yang kedua kalinya, seperti yang saya ceritakan di atas.
Pengalaman menggunakan pelayanan BPJS Kesehatan bukan kali pertama bagi orang tua kami. Sebelumnya almarhum ayahku juga pernah bolak-balik masuk RS karena cuci darah dan penyakit ginjal yang dideritanya pada tahun 2015. Kalau dihitung-hitung jumlah biayanya pasti sangat mahal. Tentu tidak sebanding dengan iuran yang disetor setiap bulannya.
Itulah yang membuat keluarga besar kami sangat yakin dengan pelayanan dan kinerja BPJS Kesehatan. Cerita ini, hanya salah satu dari pengalaman pengguna BPJS Kesehatan. Tentu di luar sana masih banyak orang yang jiwanya yang sudah tertolong karena kehadiran BPJS Kesehatan. Bukan hanya jiwanya saja, tapi keuangannya pun tetap dapat berjalan stabil walaupun harus berhadapan dengan penyakit yang sangat serius.
***
Sebagai seorang pekerja, saya pun telah terdaftar menjadi anggota BPJS Kesehatan melalui kantor tempat saya bekerja. Walau tidak terlalu sering menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, tapi saya sudah pernah menjalani prosesnya. Menurut saya pribadi, terbilang mudah dan cepat prosesnya. Misalnya ketika ingin membuat kacamata minus dan silindris.Â
Adapun langkah yang harus saya lalui, pertama sekali  melakukan pemeriksaan dan konsultasi dengan dokter yang ada di fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama. Kemudian mendapatkan pilihan rujukan pemeriksaan  ke dokter mata di sebuah RS. Lumayan, rujukannya tidak jauh dari rumah. Setelah mendapatkan hasilnya dari RS tersebut, maka saya langsung ke kantor BPJS Kesehatan terdekat untuk melakukan legalisasi hasil. Sebagai langkah terakhir, saya kemudian membawa hasil legalisasi dari BPJS Kesehatan tersebut ke optik rujukan. Kelar deh!Â
Sejak Juli 2016, kacamata itu pun setia menemaniku hingga sekarang.
***
Kalau mau jujur, dari 206.070.624 jiwa penduduk di Indonesia yang telah tercatat menjadi peserta program BPJS Kesehatan. Saya yakin banyak yang telah memiliki cerita tersendiri tentang BPJS Kesehatan. Bagaimana BPJS Kesehatan itu menjadi "malaikat tak bersayap". Â
Sebaiknya cerita yang demikian perlu dibagikan di ruang publik. Sehingga pemberitaan tentang BPJS Kesehatan bisa berimbang. Seringnya kita mendengar hal yang negatif saja tentang BPJS Kesehatan di media sosial.
Memang tidak ada gading yang tidak retak. Begitu pula BPJS Kesehatan, tentu masih ada kekurangan di sana-sini. Hal yang wajar, mengingat pesertanya sudah  banyak. Tapi kalau mau dibandingkan dengan peserta yang sudah merasakan manfaatnya, tentu jauh lebih banyak pula. Terutama bagi sekitar 28 juta orang penduduk negeri ini yang masih berada di bawah garis kemiskinan. Ketika mereka sakit, siapakah yang dapat menolong mereka? Bagaimana menolong mereka? jawabannya, kita! betul.. kita semua peserta BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan tentu dapat menjadi sarana yang menjembatani antar masyarakat yang mampu dan tidak mampu, masyarakat yang rela menolong dan yang membutuhkan.
Jadi seandainya kita menjadi peserta BPJS Kesehatan tidak pernah mengalami sakit atau tidak pernah menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan, bukan berarti iuran yang kita setor setiap bulannya sia-sia. Kita justru sedang hadir membantu orang-orang yang kurang mampu dan membutuhkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.Â
Mengingat BPJS Kesehatan adalah badan yang menerapkan sistem gotong royong, maka tanpa kita sadari, kita sesungguhnya sudah turut membantu orang yang lain yang kesusahan dengan cara membayar iuran secara rutin dan tepat waktu.Â
Bukan itu sebuah kebaikan bagi orang lain?
Nah, bagi yang sudah merasakan manfaatnya, janganlah pernah melupakan BPJS Kesehatan. Tetap membayar iuran BPJS Kesehatan, sebab ada banyak orang lain yang sedang membutuhkan pertolongan.Â
Dan ingat, jangan pernah meludahi sumur yang pernah memberikan air minum kepada kita. Artinya ceritakanlah manfaat sudah dirasakan dari BPJS Kesehatan, bukan sebaliknya.
Akhir kata, marilah kita bersinergi. Tetaplah yakin, bahwa BPJS Kesehatan terus berbenah dan berinovasi. BPJS Kesehatan melayani, sepenuh hati mengabdi untuk negeri.
Salam Gotong Royong dan Salam Sehat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H