Pintar saja tidak cukup. Tapi kreatif yang membuatku menemukan jalan-jalan baru.
Di sebuah ruang tunggu bandara, saya melihat dua orang menunjukkan cara yang berbeda menyikapi keterlambatan penerbangan.
Orang yang pertama kesal dan marah-marah. Tidak mau menerima alasan petugas. Kemudian dia pun mulai menularkan sikap negatif kepada orang-orang di sekitar dan cenderung provokatif.
Sementara orang yang kedua juga mendatangi petugas dan meminta klarifikasi atas keterlambatan tersebut. Wajahnya sempat terlihat kesal. Tapi dia tidak larut dengan kemarahan. Dia malah mencari tempat duduk yang nyaman. Kemudian mengeluarkan sebuah notebook dan tampak serius mengerjakan sesuatu.
Dalam hal ini, saya tidak sedang menyalahkan cara komplain orang yang pertama atas keterlambatan penerbangan. Itu adalah haknya sebagai konsumen.
Tapi saya lebih tertarik membicarakan cara orang yang kedua dengan sesegera mungkin bisa mengendalikan dirinya. Setelah melakukan komplain dan meminta penjelasan dari petugas, dia menciptakan kesempatan bagi dirinya untuk bertindak lebih positif.
Hidup ini memang merupakan pilihan. Setiap waktu kita selalu diberikan kebebasan untuk memutuskannya. Termasuk dengan passion yang saya geluti dua tahun terakhir. Menulis dan ngeblog.
Kalau saya memilih tipikal orang pertama seperti pada cerita di atas, maka kemarahan dan kekesalan atas situasi kesibukan, bisa saja menjadi alasan untuk menghentikan disiplin dan komitmen untuk menulis.
Bukan tak beralasan. Sebagai seorang guru, disamping mengajar dan menyiapkan bahan ajar, ternyata guru zaman "now" memiliki segudang pekerjaan administrasi ditambah dengan koreksian. Alhasil, pulang kerja di sore hari pasti sudah terasa capek.
Belum lagi terkadang harus membawa koreksian ke rumah karena hasilnya harus sesegera mungkin dikembalikan ke siswa. Ditambah lagi tiga anakku yang membutuh perhatian dan terkadang harus ngajak jalan dan bermain.