Kemarin (18/12) saya sempat membaca status di Facebook Bapak Joko Widodo (Presiden RI). Beliau menceritakan tentang perbedaan generasi tua dan generasi muda saat ini dalam hal bisnis.
"Kalau generasi dahulu seperti saya lebih bangga jika memiliki aset besar, karyawan banyak, dan ekspor besar. Saat ini ada hal yang lebih besar nilainya yakni brand value."
Era memang telah berubah. Generasi terkini pun tidak serta merta mau menerima warisan cara berpikir dan bertindak dari generasi terdahulu. Generasi terkini malah lebih memilih cara-cara sesuai dengan zamannya.
Kenyataannya, perubahan-perubahan yang terjadi sekarang pun sebenarnya tidak hanya memaksa generasi terkini, ternyata generasi terdahulu pun yang hidup di masa kini mau tak mau ikut melebur di dalamnya.
Bukankah gaya kekinian telah memengaruhi generasi terdahulu? Buktikan saja di media sosial misalnya. Orangtua yang berasal dari generasi x bahkan dari generasi baby boomer pun tampil eksis di berbagai media sosial, tak mau kalah dengan generasi milenial dan generasi z.
Ini membuktikan bahwa generasi terdahulu pun dipaksa untuk mengikuti perkembangan zaman.
Ada juga perusahaan-perusahaan yang gulung tikar karena hanya mengandalkan gaya konservatifnya. Bagai hewan-hewan purba yang punah akibat tidak mau beradaptasi.
Bicara tentang adaptasi, jadi teringat pembicaraan singkat dengan seorang penulis senior (Jannerson Girsang) di media sosial tadi pagi.
Beliau menuliskan bagaimana beliau berselancar mengarungi perubahan demi perubahan. Kalau dulu menulis karya tulis dan skripsi menggunakan mesin tik tradisional, maka sekarang sudah menggunakan komputer.
Kalau dulu mengirim artikel ke media massa melalui pos, maka sekarang cukup mengirim dengan email atau bahkan melakukan posting sendiri di website atau blog.
Sepakat dengan beliau bahwa adaptasi adalah cara yang tepat tetap "bertahan" di era sekarang.