Sejak merantau 2002, Jakarta menjadi kota pilihanku untuk bekerja dan menetap. Dari dulu hingga sekarang, ternyata masalah macet adalah masalah yang utama yang belum bisa teratasi hingga tuntas. Itu pula salah satu alasanku menghindar dari kota Jakarta. Tahun 2005, saya akhirnya memilih untuk bekerja dan kemudian menetap di timur kota Jakarta, tepatnya Lippo Cikarang, Bekasi
Ternyata, walau sudah bekerja dan menetap di luar kota Jakarta, hatiku pun tidak bisa lekang dari kota Jakarta. Bagiku kota Jakarta adalah kota harapan yang menjanjikan. Sebab kota Jakarta telah menjadi tempat keduaku untuk berkarya dan mengembangkan diri hingga sekarang.
Sebagai seorang blogger, setidaknya sekali atau dua kali seminggu, saya pasti menginjakkan kaki di kota Jakarta. Artinya, saya tidak mungkin menghindar dari kota Jakarta walau dengan kemacetannya yang semakin menjadi.
Jika membayangkan dan sedang mengalami macet total di kota Jakarta, terkadang secara emosional muncul dorongan untuk tidak sesering mungkin lagi datang ke Jakarta. Tapi kalau mengingat kepentingan mengembangkan diri bersama komunitas blogger, maka saya pun harus rasional, saya pun harus sedia bermacet-macet ria menembus kemacetan kota Jakarta. Dua hal yang paradoks memang.
Tetapi bersyukur, ditengah-tengah kemacetan yang luar biasa, Â ternyata selalu ada saja solusi. Untuk tetap bisa hadir tepat waktu diberbagai even yang saya ikuti di Jakarta, tidak jarang harus menguber waktu dengan Uber Motor.
Di tengah tuntutan kebuntuan dan kebutuhan transportasi yang semakin meningkat, memang transportasi online pun menjadi angin segar dan harapan bagi penduduk atau pekerja dari luar Jakarta saat ini. Terutama bagi yang ingin menembus kemacetan, maka Uber Motor bisa menjadi solusi.
Tetapi pertanyaan berikutnya, apakah ketika kita sudah menggunakan kendaaraan bermotor online seperti Uber bisa menyelesaikan permasalahan kemacetan kota Jakarta? Tentu tidak. Bagi kita secara pribadi, mungkin bisa jadi solusi, bisa nyampai tujuan lebih cepat. Tapi bagi warga keseluruhan, terutama yang menggunakan kendaraan roda empat atau bis, macet tentu belum bisa terhindarkan dan tetap akan menjadi momok.
Mengapa? Jawabannya sangat jelas. Jumlah kendaraan roda empat di jalan raya Jakarta ternyata sudah tidak sebanding dengan ruas jalan yang sudah ada. Sementara untuk membangun ruas jalan yang baru bukan perkara mudah.
Menurut mantan gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat pernah berkata bahwa penambahan jumlah kendaraan bermotor di Jakarta tidak seimbang dengan penambahan ruas jalannya. Bila dibandingkan antar keduanya ibarat deret hitung melawan deret ukur.
Lebih detailnya, kendaraan bermotor di Jakarta dan daerah sekitarnya bertambah 1.500 unit setiap hari, yakni 1.200 sepeda motor dan 300 mobil. Bisa Anda hitung sendiri jika dikalikan dalam setahun. Wajar saja kota Jakarta setiap hari semakin macet.
Akankah masalah kemacetan Jakarta bisa terselesaikan? Kalau begitu, siapakah yang sebenarnya yang akan menyelesaikan masalah kemacetan di kota Jakarta?