Orang bijak berkata, "buku adalah jendela dunia". Jadi ketika Anda ingin melihat dunia, maka bukalah buku, bacalah! Disaat itu, Anda akan melihat banyak hal. Mengetahui berbagai informasi, memperdalam wawasan dan pengetahuan serta menikmati keindahan dunia tersebut.
Membaca merupakan salah satu keahlian dasar yang telah mulai dipelajari semenjak sekolah dasar. Bahkan belakangan ini, sudah banyak taman kanak-kanak yang menjadikan membaca sebagai bahan ajar bagi peserta didiknya. Tetapi kenyataannya bahwa belajar membaca di sekolah ternyata tidak serta merta diikuti dengan meningkatkan gemar membaca pada peserta didik. Idealnya memang demikian, setelah seseorang bisa membaca, berharap gemar membaca pun bertumbuh sesuai dengan kategori usia.
Permasalahannya, ternyata masalah gemar membaca sebenarnya bukan hanya terjadi pada usia anak-anak saja, tetapi para remaja, hingga orang dewasa pun mengalami hal yang sama. Bukan pula hanya dialami oleh orang yang berpendidikan rendah, tapi orang-orang yang berpendidikan tinggi sekalipun tidak luput dari permasalahan tersebut.
Beberapa waktu lalu, ada media yang meliput tentang gemar membaca tersebut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Central Connecticut State University tentang Most literate nations in the world pada 2016 lalu. Sedihnya, bahwa berdasarkan hasil penelitian tersebut menempatkan Indonesia pada posisi 60 dari 61 negara. Indonesia hanya satu tingkat lebih tinggi dari Republik Botswana, sebuah negara yang ada di Afrika, dalam kaitannya dengan literasi.
Melihat bahwa gemar membaca di negeri ini masih tergolong rendah, sudah seharusnya persoalan tersebut ditangani lebih serius lagi. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama. Sebab kita tahu, bahwa gemar membaca itu sendiri sangat berbanding lurus dengan kualitas sumber daya manusia (SDM) sebuah bangsa. Untuk itu peran pemerintah, swasta, dan masyarakat perlu bersinergi dalam menangani masalah tersebut. Sehingga gemar membaca anak bangsa bisa semakin meningkat.
Terkadang kita pun bertanya, apa sebenarnya alasan gemar membaca bisa sebegitu rendahnya? Menurut hemat saya, sebenarnya jawabannya sangat singkat. Bahwa membaca tersebut belum sampai pada tahap kebutuhan seseorang atau mungkin saja masih berada pada tahap kewajiban semata.
Tapi yakinlah! Bahwa ketika seseorang telah menganggap membaca itu sebagai bagian dari kebutuhannya, sudah barang tentu orang tersebut akan mencari bahan bacaan secara antusias atau melahap bahan bacaannya hingga tuntas. Tanpa disuruh dan dipaksa pun, seseorang akan tetap membaca.
Hanya untuk mencapai tahap tersebut, perlu sebuah proses. Sejak dini seseorang harus ditanamkan kesadaran tentang pemenuhan arti pentingnya kebutuhan tersebut. Baik untuk masa kini dan masa depannya. Disamping itu diciptakan konsistensi dan disiplin membaca, hingga gemar membaca tersebut telah menjadi sebuah kebiasaan (habit). Dan alangkah baiknya, proses tersebut telah ditanamkan sejak di sekolah dasar.
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, bahwa untuk menjadikan seseorang atau sekelompok orang gemar membaca, tentu butuh sinergi. Pemerintah yang berperan membuat regulasi dan bahkan turut memberikan fasilitas melalui anggaran yang dibuat pemerintah.
Saya jadi teringat dengan peresmian perpustakaan nasional yang begitu megah dengan gedung berlantai 27 pada September lalu (14/9/2017) oleh Presiden Jokowi. Gedung ini ternyata menjadi gedung tertinggi untuk perpustakaan di dunia. Salah satu layanan yang disiapkan yakni untuk anak. Dengan semangat pemerintah ini, kita harapkan menjadi semangat bersama untuk menumbuhkan gemar membaca bagi anak-anak bangsa, terutama anak-anak sekolah dasar.
Tetapi perlu diingat, bahwa tugas membangun gemar membaca tidak berakhir hingga tahap itu saja. Semua elemen harus mendorong masyarakat luas untuk menggunakan fasilitas tersebut. Termasuk guru dan orangtua mendorong dan mendampingi anak-anak, tentu termasuk siswa sekolah dasar untuk bisa mendatangi perpustakaan tersebut. Sehingga spirit kehadiran perpustakaan tersebut bisa menjadi spirit gemar membaca bagi anak-anak sekolah dasar.
Sementara peran dari pihak swasta bisa mendorong minat baca melalui program Coorporate Social Responsibility (CSR)nya. Misalnya membantu pemberian buku-buku yang diperuntukkan bagi sekolah-sekolah dan masyarakat yang membutuhkan.
Tetapi yang jauh lebih penting, disamping peran pemerintah dan swasta tersebut, ternyata peran utama yang tidak bisa terlepas dalam usaha membangkitkan semangat gemar membaca bagi siswa yang masih bersekolah di sekolah dasar adalah peran guru dan orangtua. Kedua pihak tersebut harus mampu menunjukkan keteladanan. Memberikan contoh kepada anak melalui gaya hidup membaca. Guru dan orangtua tidak sekedar menyuruh anak membaca, tapi mentransfer gaya hidup gemar membaca tersebut kepada anak. Mengutip istilah yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantara, menteri pengajaran yang pertama di negeri ini, maka guru dan orangtua harus menerapkan semboyan 'Ing Ngarso Sung Tulodo' atau harus menjadi teladan.
Guru di sekolah juga harus bisa menerapkan berbagai cara kreatif dan inovatif untuk mengajak murid gemar membaca. Membaca bukan hanya sebagai rutinitas, tapi menjadi sebuah proses yang dinamis. Atau anak-anak tidak hanya berhenti pada tahap membaca sebuah buku saja, tapi mereka harus diajak lebih lagi. Misalnya mampu menceritakan kembali tentang isi buku tersebut di depan kelas bahkan hingga mendiskusikannya. Selanjutnya, anak bisa juga menuliskan kembali tentang informasi atau pengetahuan yang diperoleh dari buku tersebut. Serta membuat kata-kata bijak dari hasil bacaan tersebut.
Sementara itu pihak sekolah harus selalu menata perpustakaan semenarik mungkin. Ruang perpustakaan tidak boleh monoton dan membosankan. Sehingga setiap siswa senang berkunjung ke ruang perpustakaan tersebut.
Bagaimana dengan peran orangtua? Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, orangtua harus menjadi teladan. Tapi tidak sebatas itu saja, orangtua pun harus lebih proaktif untuk memperkenalkan berbagai jenis buku yang disenangi anak-anak, lebih sering membawa mereka ke toko buku, perpustakaan umum dan pameran buku. Bahkan jika memungkinkan membuat proyek keluarga, misalnya membaca bersama secara rutin sekali seminggu serta diskusi seputar topik perbukuan. Saya yakin ini akan menjadi salah satu momen yang menarik dan penting dalam keluarga.
Sekali lagi harus kita ingat, bahwa masa anak-anak yang mengenyam sekolah dasar adalah sebuah kesempatan emas bagi orangtua untuk membimbing dan menanamkan semangat gemar membaca. Dan tugas kita berikutnya tentu akan jauh lebih ringan untuk mempertahankan konsistensi dan disiplin membaca hingga mereka beranjak pada jenjang berikutnya.
Berharap kehadiran anak-anak yang gemar membaca, kelak melahirkan generasi yang berwawasan dan berpengetahuan, memiliki semangat untuk mengembangkan pengetahuan, memiliki kemampuan analisis dan kritisi yang baik. Sehingga kita pun tidak gentar dengan masa depan negeri ini dan optimis bahwa negeri ini menjadi negeri yang maju dan berdiri sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H