Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Aku Hanyalah Seorang Guru

17 Agustus 2017   18:52 Diperbarui: 24 Agustus 2017   17:14 1544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar enam tahun yang lalu.....

Saya pernah menjadi wali kelas seorang siswi pendiam. Siswi tersebut cenderung tidak memiliki teman. Beberapa kali bertemu dengan orangtuanya untuk membicarakan hal tersebut. Tetapi orangtuanya juga berkata "Memang diantara anak-anak saya, dia memang berbeda. Cenderung menutup diri. Saya pun sudah mencoba banyak cara, agar dia terbuka dan mau bercerita, tapi belum ada titik terangnya".

Sebagai guru dan wali kelasnya, saya tersentuh dan berempati. Mulai berpikir, apa yang bisa saya harus lakukan untuk anak tersebut? Saya pun tidak tahu. Bingung! Saya sering mendokannya, agar Tuhan berikan bijaksana kepada saya dan memberikan jalan keluar.

Suatu waktu, saya memberikan tantangan kepada kelas XII IPS untuk pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Waktu itu kami sedang belajar topik 'Pers'. Sebagai catatan, siswi yang saya ceritakan di atas, ada di dalam bagian kelas tersebut.

Saya mulai memberikan rubrik penilaian, bagaimana kriteria yang harus dipenuhi siswa-siswi tersebut untuk mendapat nilai maksimal yakni kategori "sangat baik". Singkatnya, mereka harus tembus menulis atau berkarya di media cetak nasional. Jika tidak, mereka bisa memilih di media cetak daerah tetapi kategori nilainya maksimalnya "baik", kalau pun ditolak media tersebut, cukup menulis di blog pribadi saja, tapi kategori nilainya "cukup", itu pun tergantung konten dan kualitasnya.

Sebulan setelah penugasan tersebut, saya di datangi seorang siswi. Dia membawa sebuah koran hebat di negeri ini, KOMPAS. Lalu dia membuka lembar demi lembar dan menunjukkan hasil karyanya yang telah dimuat di koran tersebut. Waktu itu dia membuat karikatur yang bertemakan tentang "Hari Pahlawan".

Saya terdiam, saya memandang wajahnya, seraya berkata "Kamu hebat nak! Ternyata dibalik diammu, ada sebuah potensi besar di dalam dirimu. Jangan pendam nak! Tetaplah berlatih dan berkarya!" Tidak menduga, saya hampir saja meneteskan air mata tanda terharu. Tetapi saya bisa menahannya.

Kesuksesan tersebut akhirnya saya ceritakan di dalam kelas saat proses pembelajaran berlangsung. Melalui hal tersebut, saya menekankan sebuah pesan bagi anak-anak lainnya untuk tidak menyepelekan orang lain. Kemudian, satu persatu mereka menghampiri siswi tersebut untuk mengucapkan selamat.

Tidak menyangka, semenjak peristiwa tersebut, anak itu pelan-pelan mulai membuka diri. Akhirnya dia mulai memiliki teman di kelas. Sementara karya-karyanya pun tetap muncul di KOMPAS beberapa kali sebelum dia akhirnya dia sibuk untuk menghadapi Ujian Nasional (UN) dan masuk perguruan tinggi.

Sekarang kalau ditanya, "Sudah berbuat apa untuk Indonesia?"

Jujur, bagi saya ini pertanyaan berat. Saya hanyalah salah seorang dari 250 juta penduduk Indonesia. Diantara penduduk tersebut, cukup banyak yang berprestasi hebat. Memiliki sumbangsih yang besar untuk negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun