Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Dari Jawa Sentris Menuju Indonesia Sentris

1 Juli 2016   13:29 Diperbarui: 1 Juli 2016   13:33 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : www.aceh.tribunnews.com

Indonesia bukan hanya Jawa, ada luar Jawa. Tetapi kenyataannya, sejak awal kemerdekaan pembangunan kurang merata. Pembangunan terkonsentrasi di Pulau Jawa. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi Pulau Jawa jauh lebih pesat, sementara luar Jawa kurang terperhatikan. Mungkin salah satu alasannya karena di Pulau Jawa terdapat pusat pemerintahan.

Jadi hal yang wajar kalau masyarakat luar Jawa berbondong-bondong merantau ke Jawa. Mengadu nasib. Harapannya hidupnya lebih baik daripada di kampung halamannya. Apalagi ada anggapan bahwa mencari uang di Jawa (baca : Jakarta) lebih mudah daripada di daerah. Tanpa disadari, kelak ini menjadi akar permasalahan ibukota negara kita. Ledakan penduduk, munculnya pemukiman kumuh di bantaran kali, maraknya 'gepeng' (gelandangan pemengemis), macet, dan masih banyak permasalahan lainnya. Jika sejak awal pemerataan pembangunan telah dilaksanakan sebaik mungkin, ceritanya pasti berbeda.

Sejarah telah mencatat! Bangsa ini pernah mengalami puncak protes dari berbagai daerah akibat pembangunan yang kurang merata di era demokrasi liberal. Mulai dari Sumatera Barat, Sumatra Utara, Sumatera Selatan hingga Sulawesi Selatan. Puncaknya kita kenal dengan gerakan separatis. Gerakan ini dalam sejarah bangsa kita kenal sebagai  pemberontakan PRRI dan PERMESTA. Daerah-daerah ini merasa dianaktirikan, semantaŕa di Pulau Jawa pembangunannya jor-joran.

Bukan hanya itu saja. Di era Orde Baru juga berbagai daerah yang ingin memisahkan diri karena merasa diperlakukan tidak adil atas pemerataan pembangunan. Padahal dalam kebijakan Trilogi Pembangunan salah satu sasaran yang ingin dicapai adalah pemerataan pembangunan. Daerah yang memiliki potensi alam yang luar biasa, merasa ini hanya jargon semata. Lihat gerakan OPM di Papua, GAM di Aceh. Bahkan di Riau pun pernah muncul gerajan memperjuangkan Riau Merdeka, walau tidak sebesar gerakan OPM dan GAM.

Ini sepatutnya menjadi pembelajaran bagi bangsa dan pemerintahan ke depan. Dalam sejarah bangsa kita telah tertoreh bahwa pembangunan yang tidak merata dan tidak  adil berdampak buruk bagi keretakan bangsa serta lahirnya berbagai gerakan separatis.

Di era Jokowi, ada sebuah komitmen yang berbeda. Tapi bukan hanya komitmen semata tapi tindakan nyata untuk  membangun infrastruktur yang Indonesia sentris. Baik infrastruktur yang mendukung kemaritiman seperti pelabuhan-pelabuhan dan tol laut. Demikian juga dibangunnya ruas tol diberbagai daerah dan sarana-sarana lainnya.

Mengingat Indonesia adalah negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, derahnya luas, bahkan merupakan kepulauan. Program-program pembangunan infrastruktur yang memadai adalah pilihan yang tepat. dengan harapan setiap daerah mampu memaksimalkan potensi wilayah masing-masing untuk memajukan ekonomi dan wisata daerah, yang tentu mendukung kemajuan ekonomi nasional.

Semoga program-program pembangunan infrasruktur di dukung oleh semua elemen bangsa, demi kemakmuran dan kesejahteraan bersama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun