Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Money

Berpikir Global, Berjiwa Nasional, Selera Lokal #SmescoNV

12 Oktober 2015   15:48 Diperbarui: 16 Oktober 2015   11:00 249
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Krisis kebanggan dan kepercayaan terhadap bangsa sendiri, merupakan sumber petaka bagi bangsa tersebut. Ketika tidak lagi bangga dengan potensi alam, potensi manusia, atau kualitas karya dan produk bangsa tersebut, itu pertanda lonceng kematian atau kemunduran bagi sebuah bangsa.

Tidak ada bedanya juga dengan sikap yang demikian, masyarakat yang selalu membanggakan kelebihan-kelebihan bangsa lain, lebih cinta suasana di negara lain, lebih mencintai produk-produk asing, seperti lebih memilih wisata di negeri lain daripada di negeri sendiri, lebih memilih produk-produk asing daripada produk negeri sendiri, mulai dari makanan, pakaian, sepatu, perabotan, dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan bangsa kita? Semoga bangsa kita menjadi bangsa yang memegang prinsip kemandirian, kebanggaan, kecintaan dan ketulusan sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Bangga sebagai bangsa Indonesia, adalah modal dasar yang menjadikan bangsa ini menjadi bangsa besar, bangsa yang diperhitungkan dan bangsa yang bermartabat. Saya berpikir berdasarkan pengamatan historis dan kultural, bahwa bangsa kita adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan alamnya, kreatif dan inovatif manusianya. Hal ini patut kita banggakan.

Dari jaman bahari, Indonesia menunjukkan ketangguhannya dan kreativitasnya mengarungi laut dan memanfaatkan potensinya secara bertanggung jawab. Indonesia tidak kekurangan pangan dari lautan tersebut. Situasi ini pula yang mendorong bangsa-bangsa lain datang berlayar ke Indonesia, baik dari India, Cina, Persia, Arab, Eropa, dan lain sebagainya. Bukankah ini menunjukkan bahwa kita adalah bangsa yang diperhitungkan?

Kita juga harus menyadari, bahwa tanah kita adalah tanah yang subur, dapat menghasilkan ribuan bahkan lebih hasil tanaman yang bisa dapat memenuhi kebutuhan kita setiap hari. Hasil pertanian, perkebunan dan hutan berlimpah ruah, hingga bangsa asing tertarik untuk menikmatinya juga. Itu menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang kaya dan makmur.

Catatan historis berkata, ketertarikan bangsa asing hadir di negeri kita dan bahkan menguasai bangsa kita, tidak lepas dari potensi alam kita yang luar biasa. Begitu lama kita harus menderita akibat kerakusan bangsa penjajah atas potensi alam tersebut. Kita bersyukur, banyak pemimpin-pemimpin lokal yang menentang kerakusan pihak asing tersebut, kita benci dengan monopoli yang diterapkan, kita marah dengan eksploitasi yang dilakukan penjajah.

Kesadaran primordial itupun berubah menjadi kesadaran nasional. Kemudian para pemuda dengan organisasi modern menggalang semangat nasionalisme. Disusul dengan semangat persatuan dan kesatuan, untuk mengusir bangsa asing tersebut yang ingin mempertahankan yang bukan hak miliknya.

Di jaman ini, sudah berbeda! Bangsa kita sudah merdeka. Bangsa kita sudah maju. Bangsa kita dituntut untuk terbuka. Cara berpikir kita semakin global. Globalisasi itu sudah menggelinding, akan menggilas kita kalau kita berpikir global tapi tidak berjiwa nasional. Globalisasi tidak bisa disalahkan, sudah dan akan tetap terjadi! Tapi kalau tidak punya nasionalisme, itu yang kita salahkan.

Artinya perjuangan kita bukan lagi penjajah yang ingin menguasai kita dan menguras sumber daya alam dan manusianya. Perjuangan kita adalah perjuangan untuk berani berkata bangga untuk produk-produk lokal. Disaat banyak tertarik dengan produk-produk asing, kita harus berani menjadi model bahwa kita bangga dengan selera lokal.

Tidak usah muluk-muluk membicarakan konsep dan teori nasionalisme. Untuk jadi pejuang bangsa ini, tidak harus berperang. Tetapi pejuang itu rela memilih produk lokal, mengutamakan produk lokal dan mencintai produk lokal dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah produk lokal juga banyak yang memiliki kualitas bagus dan lebih keren?

Tanya saja hati masing-masing. Bangga mana pernah ke Eiffel atau ke Borobudur? Bangga mana pakai sepatu produk luar negeri atau Cibaduyut? Bangga mana, makan McD atau nasi Padang? Mengukur nasionalisme bukan dari konsep atau teori tapi praktika dari kecintaan dan kebanggan akan produk-produk yang dihasilkan bangsa sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun