Bahasa berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata bahasa. Artinya adalah kapasitas khusus yang ada pada manusia untuk memperoleh dan menggunakan sistem komunikasi yang kompleks. Dan bahasa adalah bagian dari sistem tersebut.
Jika ingin mengetahui asal-usul bahasa, hingga saat ini belum ada suatu teori pun yang diterima luas mengenai bagaimana bahasa itu muncul di permukaan bumi. Ada dugaan kuat bahwa bahasa nonverbal muncul sebelum bahasa verbal. Dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi karya Prof. Deddy Mulyana, M.A., Pd.D. disebutkan bahwa teoritikus kontemporer mengatakan bahwa bahasa adalah ekstensi perilaku sosial. Lebih dari itu, bahasa ucap bergantung pada perkembangan kemampuan untuk menempatkan lidah secara tepat di berbagai lokasi dalam system milik manusia yang memungkinkannya mengartikulasikan isyarat-isyarat jari-jemari dan tangan yang memudahkan komunikasi nonoverbal.
Menurut Larry L. Barker, bahasa memiliki tiga fungsi yaitu penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi. Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi. Fungsi interaksi,menurut Barker menekankan berbagi gagasan dan emosi, yang dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan. Sedang fungsi transnmisi informasi adalah sebagai alat untuk menyampaikan informasi. Informasi yang dapat kita terima setiap hari, sejak bangun hingga tidur lagi oleh orang lain baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya).
Dalam gaya bahasa yang dipakai wanita dan pria, ternyata memiliki kosakata yang berlainan. Dari beberapa penelitian diketahui bahwa salah satu penyebab hal tersebut adalah sosialisasi mereka yang berbeda, khususnya minat mereka yang berlainan terhadap aspek kehidupan.
Dalam keseharian kita dapat diamati bahwasanya bahasa yang digunakan lebih tegas dari wanita. Dalam mengekspresikan kekurangpedeannya, wanita cenderung akan memakai kalimat-kalimat resmi atau pernyataan yang mengandung pertanyaan yang seolah membutuhkan jawaban berupa persetujuan, seperti, “kita akan berangkat pukul enam bukan?”. Karena keunggulannya bertanya ini, wanita menggunakannya sebagai strategi untuk memelihara percakapan. Selain itu, wanita akan cenderung memulai bicaranya lewat persetujuannya pada sesuatu sebelumnya. Sedang pria tidak akan mengakui pernyataan sebelumnya, melainkan cenderung mengungkapkan pendapat sendiri. Karena hal ini pria cenderung mengubah topik pembicaraan secara langsung, sedangkan wanita dengan cara bertahap.
Perbedaan yang lebih jelasnya adalah wanita lebih banyak menggunakan kalimat ekspresif dan berorientasi untuk memelihara hubungan, menciptakan ittikad baik, menunjukkan dukungan dan membangun komunitas. Sehingga wajar bila wanita memulai percakapan dengan kalimat pertanyaan. Sementara itu, pria berkomunikasilebih diperuntukkan pada proses mempengaruhi dan mengendalikan orang lain, melaporkan informasi, memecahkan masalah dan menyelesaikan tugas melalui pertukaran informasi. Dalam konteks ini bahasa pria cenderung menekannkan pada kepatuhan, persetujuan dan kepercayaan pada pendengar.
Efek dari bahasa wanita secara konsisten membawa dampak yang merugikan. Ketika bahasa wanita digunakan pembicaraan akan dinilai kurang meyakinkan, kurang jujur, kurang cakap dan kurang cerdas. Pada era sekarang ini bahasa wanita tidak dibatasi pemakainya adalah wanita saja, kadang pria juga ada yang memakai bahasa wanita. Sama halnya dengan bahasa pria, wanita karir terutama, harus mampu dan terbiasa menggunakan bahasa pria. Bahasa pria ini sangat efektif digunakan pada sebuah rapat dan presentasi. Barbara dan Gene Eakins mengungkapkan bahwa kerugian muncul ketika wanita dan pria tidak terampil mengubah suatu gaya ke gaya lain yang sesuai tuntutan situasi. Yang diperlukan pada era ini adalah keluesan berbahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H