Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Besar Orang Tua Menyerahkan Anak Sepenuhnya Kepada Sekolah

2 Mei 2017   17:23 Diperbarui: 3 Mei 2017   10:01 683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi THS

SEKOLAH tetap menjadi agen sosialisasi formal dalam membentuk karakter seseorang, baik sekolah formal maupun non-formal. Sebagaimana saya sebutkan dalam artikel sebelumnya, sekolah merupakan agen sosialisasi penting dan strategis setelah keluarga. Bagaimanapun, keluarga tetap merupakan kunci utama pendidikan anak.

Saya pernah bertemu seorang ibu mudah dari seorang siswa sekolah dasar di Malaysia. Karena anaknya suka usilin teman di kelas sehingga dijauhi oleh teman-temannya, maka tak jarang terjadi bullying yang kadang berujung perkelahian. Guru pun melabel siswa tersebut sebagai anak yang “nakal”.

Dilabel anaknya nakal tentu ibunya tidak terima dan dengan penuh semangat memaparkan beberapa penjelasan terkait pendidikan dan peran sekolah yang harus bertanggung jawab akan baik dan buruknya tingkah laku seorang siswa di lingkungan sekolah dan di tengah masyarakat.

"Memang anak saya hyperactive, makanya saya masukkan dia ke sekolah ini karena ingin agar sekolah bisa merubah karakter anak saya,” ujarnya dengan nada yang sedikit meninggi.

Saya hanya tersenyum sambil berkata “ibu harus memahami bahwa waktu ibu lebih banyak bersama anak berbanding waktu dia di sekolah. Mendidik anak adalah tanggung jawab semua pihak. Yang pasti orang tua yang memberikan sosialisasi dasar karakter seorang anak, baru sekolah, kemudian yang lainnya seperti masyarakat dan juga media massa.”

Ibu itu mulai menerima dan manggut-manggut. Mulai memaklumi bahwa sebenarnya anak tidak bisa dilepaskan begitu saja ke sekolah tetapi tetap harus intens dikontrol oleh orang tua terutama kegiatan belajar mengajar yang salah satu cara bisa dilihat melalui buku catatan dan buku kerja siswa. 

Namun ibu itu tetap berharap agar sekolah memberikan pendidikan budi pekerti secara ekstra kepada anaknya suapay dia tidak perlu susah payah mendidik anaknya di rumah tentang berperilaku baik dan disiplin belajar.

“Saya sangat sibuk bekerja jadi tidak bisa selalu mengikuti perkembangan belajar dan perubahan karakter anak. Saya juga tida bisa langsung menuju sekolah bila ada panggilan atau terjadi apa-apa dengan anak saya,” jelasnya sambil memberi isyarat bahwa dirinya sebenarnya sudah angkat tangan mengurus putranya itu.

**

Sekali lagi saya katakan bahwa keberhasilan peran sekolah dalam mendidik siswa, tergantung kepiawaian peran keluaga dalam memberikan seosialisasi sejak dini. Keluarga tetap bertanggung jawab memberikan pendidikan anak secara konsisten sampai anak menginjak usia tertentu. Contohnya bila sang anak sudah berkeluarga. Itu pun tidak menutup kesempatan untuk tetap saling mengingatkan.

Di zaman modern ini, terjadi perubahan paradigma pendidikan dengan ditandai oleh pergeseran ketentuan nilai-nilai yang dulunya dianuti baik tetapi sekarang tidak bisa diterapkan lagi karena dianggap tidak sesuai dengan pola pendidikan zaman modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun