Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pudarnya Pesona Entrepreneur di Warung Tetangga

5 Januari 2021   21:00 Diperbarui: 5 Januari 2021   23:15 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dok. ekonomi.okezone.com)

Bisnis kecil-kecilan seperti warung tetangga di desa, saya sebut saja dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) biar keren. Maklum warung tetangga sering tidak terkategorikan sebagai UMKM bila merujuk peraturan perundang-undangan No. 20 tahun 2008. Beberapa ahli ekonomi mendefinisikan UMKM sebagai sebuah bisnis yang memiliki kekayaan bersih minimal 200 juta rupiah. 

Warung tetangga di kampung tidaklah punya aset bersih melebihi 200 juta rupiah, karena biasanya target keuntungan harian masih sebatas untuk menutupi kebutuhan keluarga dan sebagai modal pengadaan barang yang kurang agar bisa memastikan bisnis warung atau kios berjalan dengan lancar.

Kalau kita cermati, jiwa dan semangat entrepreneur itu muncul dari hal-hal kecil seperti itu. Namun sering sekali jalannya bisnis warung atau kios kecil di desa itu bak hidup segan mati tak mau. Pasalnya, banyak yang "ngutang" tidak disiplin membayar. Bisnis besar dengan omset puluhan atau ratusan juta per hari pun akan gulung tikar apabila manajemen hutang-piutang tidak terkontrol dengan baik.

Sangat disayangkan sekali, situasi seperti ilustrasi di atas menjadi kendala yang besar dalam menumbuhkan jiwa dan semangat entrepreneur di wilayah desa. Munculnya warung menjadi sinyal positif kemandirian masyarakat membangun ekonomi keluarga. Secara tidak langsung sudah membantu pemerintah setempat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat desa.

Entrepreneur adalah individu yang memesona, namun di warung tetangga, pesona entrepreneur sering pudar gara-gara hal berikut:

Pertama: Lemahnya sistem pembukuan keluar masuk barang.

Kedua: Tidak teratur sistem pembukuan keuangan

Ketiga: Kebutuhuan anggota keluarga bercampur baur dalam warung tanpa pencatatan yang jelas saat mengambil barang.

Keempat: Kurang kondusifnya lingkungan sekitar.

Kelima: Banyaknya warga yang berhutang dan tidak disiplin membayar.

Faktor kelima menjadi momok yang menakutkan bagi entrepreneur kecil-kecilan di kampung. Minimnya pemasukan dan tingginya jumlah warga yang berhutang barang, tak sedikit warung di desa yang tiba-tiba gulung tikar, padahal munculnya warung tetangga berarti bermunculan entrepreneur yang dampaknya akan memudahkan warga sekitar memenuhi kebutuhan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun