Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Uighur Menguji Komitmen KTT Kuala Lumpur

20 Desember 2019   09:09 Diperbarui: 20 Desember 2019   09:50 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekan ini tengah berlangsung "Kuala Lumpur Summit" atau Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kuala Lumpur yang dihelat di Kuala Lumpur Convention Center (KLCC), Malaysia. Pertemuan pemimpin-pemimpin negara Islam itu bertujuan untuk membahas berbagai permasalahan dan upaya pembangunan negara-negara Islam di dunia.

Perdana Menteri Tun Mahathir Mohamad menegaskan bahwa Kuala Lumpur Summit bukan untuk menandingi Organisasi Kerjasama Islam (OKI) dan bukan juga untuk mendiskriminasikan pihak tertentu. Oleh karena itu, panitia tidak bisa memksa para pemimpin negara muslim untuk menghadiri hajat besar tersebut.

Pernayataan sikap Sekretaris Jenderal OKI), Yousef Al-Othaimeen yang menuding Kuala Lumpur Summit bertentangan dengan kepentingan masyarakat muslim dunia karena diorganisir di luar naungan OKI. Kurangnya restu OKI dapat dilihat dari absennya raja Saudi Arabiah dan beberapa pemimpin penting negara Islam lainnya.

Pada tahun 2019 ini merupakan perhelatan Kuala Lumpur Summit yang kelima kalinya sejak diinisiasikan pada tahun 2000 yang lalu. Pada tahun ini Kuala Lumpur Summit diikuti oleh 56 perwakilan dari berbagai negara Islam. Lima pemimpin negara muslim yang mendominasi konferensi tingkat tinggi tersebut, yakni perdana menteri Malaysia Tun Dr. Mahathir Mohamad, presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, presiden Iran Hassan Rouhani dan Emir Qatar Syekh Tamim bin Hamad Al Thani. Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia dihadiri oleh wakil presiden KH Maruf Amin dan Menlu Retno Marsudi.

(freemalaysiatoday.com)
(freemalaysiatoday.com)
Dalam konferensi tersebut, PM Tun Mahathir dan Erdogan dengan tegas meragukan sikap PBB dan negara adidaya pemilik hak veto dan juga negara-negara anggota OKI yang cenderung tidak bisa melakukan tindakan drastis dalam membela masyarakat muslim di dunia.

Ketika tiga pemimpin negara muslim tersebut berbicara lantang supaya negara-negara muslim  melakukan tindakan nyata dalam membela nasib masyarakat muslim, terjadilah krisis kemanusiaan yang menimpa masyarakat muslim Uighur. Hal ini benar-benar menguji komitmen yang dilaungkan dalam KTT tersebut di samping masalah-masalah kemanusiaan lainnya yang menimpa masyarakat muslim di dunia, seperti masyarakat muslim Rohingya, Palestina, Suriah, dan beberapa negara lainnya.

Harapan masyarakat tentunya semua pihak berbuat tanpa harus melihat panji yang diusung. PBB, OKI, KL Summit, dan organisasi dunia lainnya sebaiknya bersatu demi keamanan dan kesejahteraan masyarakat dunia. Apabila para penguasa bersikap diam terhadap tindakan penganiayaan yang yang dialami oleh sebuah kelompok masyarakat tertentu, maka akan memicu potensi konflik antar masyarakat dan antar umat beragama, termasuk memicu terjadinya tindakan terorisme.[]

Sekadar berbagi.

KL: 20122019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun