Pola interaksi manusia sangat beragam, baik itu cara maupun tujuan. Interaksi yang paling ketara adalah dalam konteks komunikasi verbal antar individu atau kelompok yang sangat memerlukan kejelasan identitas para pelaku di dalamnya.
Sebaiknya dalam komunikasi harus memperhatikan beberapa syarat komunikasi, seperti:
Pertama: Komunikator sebagai pelaku komunikasi yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau kelompok untuk suatu maksud tertentu.
Kedua: Komunikan sebagai objek komunikasi yang merupakan pihak penerima pesan dari komunikator.
Ketiga: Materi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan untuk mencapai maksud tertentu.
Keempat: Efek yang timbul dari materi yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan. Tingkat kebenaran sebuah berita yang disampaikan akan menentukan efek yang timbul.
Namun demikian, sebuah keharusan dalam etika komunikasi adalah kejelasan status pelaku untuk menjamin dampak yang timbul dari interaksi yang terjadi.
***
Hari ini saya mendapat kasus ketidakjelasan identitas komukator saat berinteraksi. Pagi-pagi saya dihubungi oleh seorang melalui Whats App. Di layar sebelah kiri atas terpasang photo profile seorang artis lelaki Korea. Di bagian kanan nomor telepon tertera nama seorang perempuan.
Materi komunikasi yang disampaikan cukup penting dan formal, namun hambar karena ketidakjelasan identitas pelaku. Walau demikian, saya tetap berusaha menjawab seperlunya apa yang ditanyakan.
Karena penasaran dengan photo profile yang terpampang, saya bertanya apakah kamu seorang laki-laki? Dia menjawab tagas "saya perempuan!"
Saya tanya lagi, kenapa pakai photo orang lain yang berjenis kelamin laki-laki sebagai photo profile? "iseng saja karena saya tidak suka pasang photo sendiri." tegasnya.
Saya semakin penasaran dan ingin tahu alasannya. Dia menjawab dengan nada sedikit berceramah yang intinya "untuk menjaga privasi diri karena semua orang memiliki privasi."
Membaca jawaban-jawabannya itu saya tersenyum kecut. Sayang sekali tidak punya jenggot yang bisa dielus-elus sambil manggut-manggut kepala.
Dalam benak saya, begitu manusia sangat "culas" memakai identitas orang lain sementara dia sendiri tidak mahu identitasnya ketahuan atas alasan privasi. Anehnya dia sendiri yang lupa telah bicara bahwa semua orang punya privasi tetapi mengganggu privasi orang lain (artis).
"Lohh bukannya kalau pakai gambar artis itu mengganggu privasi orang tersebut?" tanya saya lagi.
"Kalau pakai gambar artis nggak apa-apa kok tidak minta izin," jawabnya membenarkan diri sambil menganalogikan apakah saya menonton tv pernah minta izin kepada mereka (artis) yang ada dalam tv untuk ditonton?
Dia lupa kalau orang atau artis yang masuk tv lewat drama atau film sudah jelas ingin kita tonton. Demikian juga acara-cara lainnya secara umum adalah untuk ditonton. Maka dari itulah muncul di layar kaca atau layar lebar.
Walau terkesan remeh tetapi penting untuk mendapat feed-back dari pembaca jangan-jangan saya yang gagal paham konteks etika komunikasi.[]
Sekadar berbagi di akhir pekan.
KL: 10082019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H