Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terminologi Gamang Migran Indonesia di Malaysia

9 Maret 2019   13:48 Diperbarui: 9 Maret 2019   14:23 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Keberadaan orang-orang Indonesia di Malaysia, telah menarik perhatian banyak pihak. Demikian juga untuk memudahkan penyebutannya, maka diberikanlah istilah tertentu sehingga lebih fokus.

Seiring berkembangnya pembangunan infrastruktur di Malaysia yang mengejar ketertinggalan dalam merealisasikan Visi 2020 sebagai negara maju, pemerintahnya telah menggelontorkan dana yang tentu tidak sedikit. 

Dampak Visi 2020 pembangunan Malaysia, negaranya dilirik oleh para pemburu kerja dari berbagai belahan dunia, termasuk calon tenaga kerja dari Indonesia, semuanya berbondong-bondong ke Semenanjung Malaysia dan juga Malaysia timur.

Hingga 2019, kantor perwakilan RI setempat merilis angka 2.7 juta orang Indonesia berada di Malaysia. Ini bukan angka yang sedikit karena beberapa provinsi di Indonesia, penduduknya tak sampai 2.7 juta orang. 

Orang Indonesia menyebut buruh migran dengan beberapa istilah hasil singkatan. Ada buruh migran, pekerja migran, dan tenaga kerja Indonesia. Terminologi itu selalu berubah seiring bergantinya waktu, namun yang paling mendarah daging adalah sebutan tenaga kerja Indonesia (TKI).

Setelah itu, mulai muncul istilah buruh migran Indonesia (BMI), lalu kemudian disosialisasikan istilah pekerja migran Indonesia (PMI).

Kata para migran Indonesia di luar negeri, sebutan TKI itu cenderung terkesan merendahkan, bahkan melecehkan. Kini ada upaya penguatan penggunaan istilah pekerja migran Indonesia (PMI).

Pada perinsipnya, istilah-istilah itu sama saja, merujuk pada sebuah kondisi adanya pelaku dan kepentingan. Kondisi kelompok pekerja yang berada dalam kuasa majikan sebagai pemilik modal.

Esensinya tidaklah pada istilah atau label yang diberikan, namun bagaimana masyarakat Indonesia yang kini berada di perantauan bisa dengan bangga menunjukkan eksistensi diri sebagai masyarakat yang memiliki etos kerja dan skill yang diakui publik negara seempat dan juga dunia.[]

Sekadar berbagi

KL: 09032019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun