Pekan ini, jagat maya heboh dengan kasus tilang lalu lintas terhadap seorang pemuda pengendara sepeda motor di wilayah Tangerang. Informasinya juga beragam. Yang pasti itu gambaran sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarga dan kegagalan pendidikan karakter di sekolah.
Dari kejadian itu, kita harus mengambil pelajaran bahwa begitu perlunya sosialisasi tentang bagaimana manajemen konflik dan pengendalian emosi dalam menyelesaikan masalah di lapangan.
Ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dari video viral tersebut, yaitu sebagai berikut:
Pertama; pentingnya kesadaran individu supaya tidak merugikan diri sendiri dalam segala hal.
Dari insiden memalukan itu, jelas sekali aksi si pemuda sangat membahayakan diri dan pasangannya serta merugikan dengan merusak harta benda yang nilai ekonominya tidaklah murah.
Kedua; indikasi melemahnya agen-agen sosialisasi yang sangat mempengaruhi karakter seseorang seperti keluarga, sekolah, teman sepermainan, masyarakat, dan media massa harus sejalan dalam mensosialisasikan nilai moral kepada masyarakat.
Dewasa ini tak jarang orang tua yang acuh dengan sikap amoral anaknya sendiri, televisi dan media sosial cenderung minim mengedukasi masyarakat.
Ketiga; penanaman rasa empati terhadap sesama yang sangat memperihatinkan. Merusak harta benda milik keluarga, fasilitas umum di sekitar kejadian, dan menggangu pengendara lain serta aparat yang bertugas menjadi bukti kukuh bahwa rasa empati itu semakin tergerus dari budaya ketimuran kita.
Keempat;Â memberikan wewenang yang cukup kepada aparat yang bertugas di lapangan untuk bertindak sesuai standar keselamatan sehingga apabila berhadapan dengan kasus seperti itu, petugas tidak ragu menindak tegas pelaku amoral seperti dalam video tersebut.
Sering kita dengar keluarga pejabat dan aparat yang dengan sewenangnya enggan ditindak saat melakukan kesalahan lalu lintas dan juga juga pelanggaran hukum lainnya.
Kelima; itu bukti lemahnya penindakan hukum sehingga masyarakat meremehkan norma-norma di jalan raya. Faktanya, tak sedikit pengendara yang berani masuk jalan protokol tanpa helm dan bahkan tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM). Seringnya "kompromi" dalam penindakan hukum di lapangan akan menjadi bumerang bagi aparat polisi lalu lintas kita.