Mohon tunggu...
T.H. Salengke
T.H. Salengke Mohon Tunggu... Petani - Pecinta aksara

Ora et Labora

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mental "Priyayi" Merusak Tatanan Pendidikan Indonesia

15 Februari 2018   13:09 Diperbarui: 15 Februari 2018   17:00 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai masalah muncul dalam perjalanan hajat pendidikan bangsa Indonesia. Saya malah melihat salah satu sebabnya karena sulitnya menyatukan langkah setiap unsur, terutama pemangku kepentiangan dan kebijakan.

Satu hal menarik, ditulis oleh Drs. H. Agustinus Suharto, M.Pd., Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur dalam buku yang berjudul "Setengah Abad Kiprah Sekolah Indonesia Kuala Lumpur: Merajut Cita Anak Bangsa di Negeri Jiran," sebagai penjabaran artikel yang bertema "Pendidikan Itu Penting," menegaskan bahwa  mental masyarakat Indonesia dalam mensikapi hajat pendidikan nasional masih suka dilayan dan kebiasaan lempar tanggung jawab serta gemar saling menyalahkan.

Menurut H. Agustinus Suharto (2018: 5-6), supaya pendidikan itu berjalan dengan baik, perlunya penguatan mentalitas profesional di antara para pemangku kepentingan pendidikan, mulai dari guru, kepala sekolah, pengawas sekolah, tenaga kependidikan, dosen, pemerintah dan semua pihak yang melayani pendidikan. Kita harus membuang jauh-jauh mentalitas yang disebut almarhum Koentjaraningrat sebagai mentalitas "priyayi." 

Tentu perlunya penanaman persepsi bahwa bahwa pendidikan adalah milik bersama dan menjadi urusan bersama serta bukan diurus oleh pemerintah saja. Kebiasaan kita yang menuntut "dilayani" perlu diubah menjadi ingin "melayani" dengan tidak melupakan tujuan pendidikan yang sudah diatur dalam Undang-undang, agar masyarakat Indonesia dapat Hamemayu Hayuning Sariro, Hamemayu Hayuning Bongso,hingga Hamemayu Hayuning Bawono seperti ungkapan kata-kata Ki Hadjar Dewantara.

H. Agustinus Suharto merekomendasikan agar semua pihak bisa melakukan reimaginasi pendidikan untuk konteks abad ke-21. Pemangku hajat pendidikan yang mampu melakukan inovasi-inovasi dengan visi ke depan yang kontemporer. 

Undang-Undang SISDIKNAS Nomor 20 tahun 2003, mengatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mampu mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, kecerdasan,dan keterampilan yang diperlukan oleh dirinya dan masyarakat.(*)

Sekadar berbagi hasil literasi siang.

KL: 15022018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun